Satu Kelas 2 Siswa, tak Tahu Presiden RI Bernama Jokowi
Jawa Pos lalu mengajak Vito dan Zania membaca buku. Vito membaca dengan cara mengeja hurufnya satu per satu, yang kemudian digabungkan menjadi satu kata. Begitu pula Zania. Namun, kemampuan membacanya sudah lebih baik.
Saat ditunjukkan foto presiden dan wakil presiden di dinding atas papan tulis, Zania tahu. ”Itu presiden,” ucap gadis kecil tersebut seraya menunjuk foto Presiden Joko Widodo.
Sebatas itu saja. Dia tidak mengenal nama Joko Widodo maupun Jusuf Kalla. Jam belajar dua siswa tersebut juga lebih fleksibel. Umumnya, kelas I mulai belajar pukul 07.30 dan pulang pukul 10.20. Namun, jam belajar itu tidak bisa dipaksakan.
Metode belajarnya pun bukan tatap muka sebagaimana umumnya suasana kelas. Karena siswa hanya dua, Maria akan duduk di sebelah Vito dan Zania. Mengajari mereka dengan telaten sampai bisa membaca, menulis, dan berhitung.
Bagi Maria, mengajar dua siswa itu tidak terlalu sulit. Tantangan utamanya bukan menyampaikan materi pelajaran. Melainkan menciptakan suasana yang nyaman di dalam kelas yang hanya dihuni mereka bertiga.
Selama sembilan bulan kegiatan belajar-mengajar, Maria mengungkapkan belum pernah mendapati kelas kosong sama sekali dalam arti keduanya sama-sama absen. ”Kadang Vito tidak masuk atau Zania yang absen. Tidak pernah keduanya sampai absen berbarengan,” ujar perempuan 30 tahun tersebut.
Untuk semua perjuangannya itu, Maria hanya dibayar Rp 100 ribu per bulan. Diambil tiap tiga bulan. Dananya diambilkan dari BOS. Sebab, sekolah tidak memiliki pemasukan lain.
Status alumnus jurusan bahasa Indonesia di Universitas Timor itu memang masih guru tidak tetap (GTT) di SDI Manulor. Sang suami bekerja sebagai tukang ojek. Saat ini keinginannya hanya menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dan lolos sertifikasi guru. ”Tahun 2015 saya sudah pernah ikut ujian (sertifikasi), tapi belum lolos,” tambahnya. (*/c9/ttg)