Satu Kelas 2 Siswa, tak Tahu Presiden RI Bernama Jokowi
jpnn.com - Sejumlah sekolah di Belu, NTT, harus menghadapi problem kelangkaan murid. Kepala sekolah sampai harus berkeliling kampung meyakinkan orang tua untuk menyekolahkan anak mereka.
BAYU PUTRA, Belu
JARUM jam belum menunjuk pukul 09.00 Wita. Aktivitas belajar masih berlangsung. Tapi, dua siswa itu sudah tampak berada di luar kelas. Seorang guru perempuan kemudian meminta Diego Novito Bau dan Kornelia Zania Mau, dua bocah tersebut, masuk kembali ke dalam kelas. Karena memang belum waktunya istirahat.
”Kalau mereka mau, ya ayo belajar. Kalau sedang tidak mood, ya berhenti dulu,” kata Maria Victoria Mau, guru kelas I di Sekolah Dasar Inpres (SDI) Manulor, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), itu.
Mau tidak mau Maria memang mesti berkompromi. Sebab, hanya dua siswa itulah muridnya di kelas I. Sejak didirikan pada 2001, baru di tahun ajaran 2017–2018 inilah sekolah yang terletak di kabupaten yang berbatasan dengan Timor Leste itu hanya menerima dua siswa baru.
”Bahkan, sebetulnya tahun ini hanya satu (murid baru), yakni Vito,” ungkap Kepala SDI Manulor Marianus Rasi Manu saat ditemui Jawa Pos di sekolahnya 8 Maret lalu.
Seharusnya, Zania merupakan kakak kelas Vito. Namun, sepanjang tahun ajaran sebelumnya, dia ogah sekolah. Tahun ini barulah dia mau bersekolah lagi dan duduk sekelas bersama Vito.
Sekolah langka murid mungkin memang bukan problem spesifik di Belu atau NTT saja. Banyak terjadi pula di berbagai kota di tanah air. Tapi, di Belu kelangkaan itu sekaligus menggambarkan problem berlapis yang dihadapi sekolah-sekolah di kawasan terdepan Indonesia. Mulai minimnya fasilitas, sulitnya akses, sampai persoalan ekonomi.