Sehari Satu Juta Sambungan: untuk Apa?
Selasa, 26 Oktober 2010 – 02:20 WIB
Rincian tugas dan kewajiban seperti itulah yang selama ini tidak dibedakan. Orang-orang PLN terlalu "baik" untuk ikut mengurus urusan instansi lain. Ibaratnya seperti contoh berikut ini: Sebuah mobil datang ke SPBU untuk mengisi bensin. Sebelum mengisikan bensin, petugas SPBU bertanya kepada pemilik mobil: apakah mobil Anda sudah dikir? Mana surat kirnya? Apakah mobil Anda sudah sesuai dengan hasil kir itu? Apakah mobil Anda ada STNK-nya? Apakah BPKB mobil Anda ini sah? Kalau mobil Anda belum menunjukkan bukti sudah dikir, petugas pompa bensin tidak mau menuangkan bensin ke mobil Anda. Lucu kan?
Begitulah PLN selama ini. Dia jadi "petugas pompa bensin" yang sangat rewel! Sampai sekarang masih banyak orang PLN yang berpikiran bahwa dirinya adalah juga sekaligus orang konsuil dan instalatir. Akibatnya, nama PLN ancur-ancuran. Inilah yang kita coba kita ubah. Tapi, masih banyak yang memang belum bisa berubah. Begitulah di PLN selama ini. PLN belum mau menyambung listrik ke rumah pelanggan kalau rumah itu belum diperiksa konsuil. Akibatnya, pelanggan mengira bahwa pelayanan PLN yang payah. Biaya pun dikira mahal, melebihi ketentuan. Apalagi kalau memang ada yang memanfaatkan situasi tersebut.
Bahwa pelayanan selama ini payah, itu memang sudah menjadi kenyataan. Bahwa biayanya selama ini mahal, itu juga satu kenyataan. Sulit dibantah. Apalagi kalau keruwetan tersebut dimanfaatkan oleh banyak orang: orang dalam maupun orang luar.