Sehari Seminggu
Soal termos air panas, itu sudah seperti budaya. Bukan hanya sopir. Ke kantor pun banyak yang bawa termos. Isinya teh panas. Kalau airnya habis diisi lagi dari kran umum air panas. Rasa tehnya bertahan sampai lima kali ganti air.
Di univeraitas, mahasiswa juga bawa termos. Termos besar. Saat mau mulai kuliah termosnya diantrekan di pusat suplai air panas. Selesai kuliah tinggal ngisi. Tidak perlu bolak-balik ke asrama untuk ambil termos.
Bulan lalu saya ke satu universitas listrik di Baoding. Saya lihat jejeran termos antre. Lucu. Saya sertakan fotonya di tulisan ini.
Ceweknya kian matrek? Rasanya betul.
Anak muda Tiongkok kini juga stress. Berat. Harga rumah kian tidak terjangkau gaji mereka.
Padahal budaya di sana, kalau belum bisa beli rumah (apartemen) belum berani melamar. Bukan hanya matrek….tapi juga budaya harga diri laki-laki.
Rahman
Setelah sering membaca cerita pak DI, saya jadi mau curhat pengalaman saya bekerja dengan orang-orang China, India, Philipina. Sebagai profesional di perusahaan multinasional.
Sebenarnya orang China juga biasa-biasa saja. Bukan yang gila kerja seperti Jepang. Kerja jam 9:00 pulang jam 17:00. Istirahat siang 1.30 – 2 jam karena setelah makan siang bisa tidur dulu.
Kenapa dapat cepat maju? Apakah ada pengaruh keturunan Tionghoa yang menyebar ke seluruh dunia? Di bidang teknologi secara rata-rata mereka sebenarnya juga tidak pintar-pintar amat. Tapi karena kemampuan bahasa Inggris jadi mereka lebih mudah cari kerja.
Apa keunggulan kita supaya bisa maju pak? Siapa yang harus jadi lokomotif perubahan ini? Kalau masalah kerja keras saya kira orang-orang kita juga mau bekerja keras.
Kenapa pemerintah tidak mewajibkan bahasa asing diajarkan kepada anak-anak kita sejak dini?