Sekolah Lima Hari, Selamat Tinggal PR
Salah satu siswa SMA 1, Muhammad Izzas Ferdiansyah, mengaku rindu masuk sekolah hari Sabtu. Biasanya Sabtu hanya sekolah setengah hari, yakni hingga pukul 10.00 Wita. Kemudian, lanjut dengan kegiatan ekstrakurikuler.
“Enaknya mungkin libur jadi lebih lama. Tapi, bagi sebagian anak yang sudah terbiasa Sabtu masuk sekolah, mereka bisa kebingungan mencari kegiatan di rumah. Saya pikir siswa mau tidak mau harus beradaptasi dengan lingkungan dan peraturan,” ucapnya.
Menurutnya, sekolah lima hari memiliki sisi positif dan negatif. Satu sisi, dia memiliki waktu luang bersama teman dan keluarga.
Bahkan, waktu kosong tersebut dapat digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah. Namun, di sisi lain, konsep ini juga melelahkan. Jadwal belajar menjadi padat dari biasanya.
“Saat jam-jam terakhir sekolah, siswa sudah lelah dan tidak fokus lagi. Apalagi kalau untuk kelas XII, setelah pulang sekolah masih ada bimbingan belajar (bimbel) di luar. Rata-rata waktu bimbel mulai sekitar 16.30 Wita. Waktu istirahat sangat singkat, akhirnya siswa juga kelelahan,” katanya.
Ia pun berencana menghabiskan waktu libur dengan beristirahat dari segala rutinitas sekolah. Misalnya mengisi kegiatan dari bermain PlayStation hingga olahraga. Terutama olahraga merupakan momen yang paling dinantikan remaja berusia 17 tahun ini. Sebab, dia baru memiliki waktu luang saat weekend.
Komentar juga datang dari Mentari Ramadhany. Gadis berhijab ini mengatakan setuju dengan konsep lima hari belajar. Ia mengatakan, dua hari libur itu bisa dimanfaatkan untuk beribadah.
Terutama mereka kalangan nonmuslim yang waktu beribadahnya pada akhir pekan. Selain itu, tentunya waktu libur digunakan refreshing dari kegiatan sekolah.