Sekolah Multietnis Milik Sofyan Tan di Medan Mengundang Kekaguman
Selain itu, mulanya bangunan kelas Sekolah YPSIM hanya semacam bangsal. “Ada tujuh bangsal," sebutnya.
Namun, kini YPSIM makin berkembang dan banyak lulusan yang diterima di perguruan tinggi bergensi. Di dalam kompleks sekolah juga ada rumah ibadah seperti gereja, masjid, pura dan wihara.
"Saya ingin mewujudkan multicultural education. Kini sudah ada 3.000 ribu murid dari TK hingga SMA dengan jumlah guru dan staf ada 202 orang," tuturnya.
Sofyan juga menceritakan pengalamannya sehingga terpacu membuat sekolah dengan siswa multietnik. Saat masih kecil, Sofyan mengaku melihat romah-rumah warga orang Tionghoa yang dibakar pada tahun 1960-an.
Ternyata rumah keluarga Sofyan justru aman. Padahal, Sofyan dan ayahnya juga beretnis Tionghoa.
“Rumah bapak saya aman. Bapak saya dekat dengan semua suku dan agama. Bahkan ketika bapak saya meninggal didoakan para tokoh masyarakat yang dari berbagai agama,” tuturnya.
Selain itu, Sofyan juga punya pengalaman pahit saat menerima perlakuan diskriminatif ketika mendaftar di fakultas kedokteran sebuah perguruan tinggi. Hanya karena beretnis Tionghoa, Sofyan harus mengulangi ujian hingga lima kali.
Sofyan baru diloloskan setelah memberanikan diri minta diuji langsung di depan dekan. "Pengalaman ini membuat saya ingi membangun sekolah yang benar-benar pluralis dab multikultural. Tanpa membedakan lagi suku dan agama. Semuanya punya hak yang sama," kata Sofyan.(ysa/rmo/jpg)