Sengketa Lahan, Menhut Blak-blakan
Kamis, 29 Desember 2011 – 07:09 WIB
Zulkifli menjelaskan, PT Silva Inhutani mendapat SK (Surat Keputusan) Pengelolaan Hutan seluas 33.000 hektare (ha) dari Kemenhut pada 1991. Enam tahun kemudian ditambah menjadi 43.000 ha karena aturan HPH (Hak Penguasahaan Hutan). Nah, tambahan yang 10.000 ha inilah yang diklaim sebagai hak ulayat (adat) warga. ”Pada 2002, Kemenhut mencabut SK kawasan hutan seluas 10.000 ha itu untuk diberikan kepada warga adat,” jelas Menhut.
Tapi kemudian PT Inhutani menggugat ke pengadilan dan menang. Mahkamah Agung (MA) memerintahkan agar SK yang 10.000 ha tersebut dikembalikan ke perusahaan. Demi menaati hukum, perintah itu dilaksanakan pada 2004. Tapi masyarakat tidak menyerah begitu saja. Mereka pun menggugat ke pengadilan, tapi kalah dari tingkat pengadilan pertama hingga kasasi. Berdasarkan salinan kasasi pada 2011, pengadilan memutuskan itu kawasan hutan, tetapi bukan hak ulayat.
Namun kemudian Kemenhut dan Pemerintah Provinsi Lampung membentuk tim guna mencari jalan keluar bersama. Akhirnya dicapai kesepakatan bahwa Desa Talang Gunung tidak termasuk kawasan yang dikelola perusahaan. Ini milik warga karena mereka sudah tinggal di sana sejak zaman Belanda. ”Ini sudah selesai. Tapi namanya orang banyak, datang lagi warga dari Lampung Selatan, Tengah, dan Timur. Kami bilang, kalau betul memiliki hak ulayat dan bisa menunjukkan bukti sebagai penduduk asli, kami beri. Kalau tidak, ya tidak bisa,” jelas Menhut.