Seolah Melihat Langsung Pramoedya Ananta Toer Bekerja
Engel juga punya kumpulan surat-surat Pram. Satu deret khusus untuk ibu dan istrinya, satu deret lagi untuk anak-anaknya. Semuanya jadi bahan baku untuk salah satu karyanya, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu.
Koleksi lain adalah puluhan lukisan dan foto keluarga. Ada juga sketsa wajah karakter utama dalam tetralogi Pulau Buru, Minke, yang dikelilingi wajah-wajah perempuan.
Satu sketsa besar, kata Engel, adalah Nyai Ontosoroh, mama angkat Minke. Sedangkan sketsa seorang perempuan lainnya adalah Annelies Mellema. Istri pertama Minke.
Satu lagi berwajah Tionghoa, tentu Mei, istri kedua Minke. Dua wajah lainnya, Engel tidak tahu pasti. Tapi, jika menebak dari alur cerita, mungkin Prinses van Kasiruta dan Maesaroh Maramis. Atau bisa juga Miriam de la Croix, sahabat Minke.
Adapun di diorama ruang kerja tadi, di samping kiri meja utama, ada meja yang lebih kecil. Dengan laci. Di atasnya ada dua mesin tik, satu lampu belajar, dan sebuah buku setebal lebih dari 30 sentimeter. Isinya adalah arsip pribadi, tulisan, dan kliping koran milik Pram. Tertulis: Arsip Pribadi 1999.
Kata Engel, dari seluruh isi ruangan tersebut, hanya meja samping, tempat sampah, mesin faks, dan dua lampu belajar yang tidak berasal dari ruang kerja asli Pram di rumahnya di Bojong Gede. ”Sisanya asli,” kata Engel.
Dinding ruang kerja juga dihiasi beberapa potret dan pigura penghargaan. Salah satunya, di dinding kiri, adalah UNESCO Madanjeet Singh Prize yang diberikan kepada Pram tahun 1996.
Di dinding sebelah kanan ada pula penghargaan Fukuoka Cultural Grand Prize dari Jepang pada 2000. Penghargaan itu diberikan kepada Pram atas kontribusinya menuliskan tentang kehidupan ”jugun ianfu”, para perempuan Indonesia yang dijadikan tawanan budak seks tentara Jepang dalam karyanya, Perawan Remaja dalam Cengkraman Militer.