Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Sesal Ibu

Oleh: Dahlan Iskan

Kamis, 27 Januari 2022 – 09:08 WIB
Sesal Ibu - JPNN.COM
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Merdeka Udara:

Mbah Mars
Klaim kepemilikan wilayah udara sebenarnya sudah berusia tua. Kerajaan Romawi misalnya, sejak dahulu sudah mendeklarasikan “Cujus est Solum, Ejus est Usque Coelum” (Barang siapa memiliki tanah, ia juga memiliki apa yang berada di dalam dan juga ruang yang berada diatasnya tanpa batas (ad infinitum/up to the sky). Kalau cakrawala di atas kepulauan Riau milik RI dan dikelola Singapura, mestinya berlaku hukum transaksi sewa menyewa. Seperti orang menyewa kios. Itu sederhananya. Singapura yang masih mengelola 1/3 mustinya juga memberi uang sewa ke Indonesia. Nah, ini yg belum terungkap. Berapa sewanya. Saya menduga yg 1/3 ini justru space yang strategis yg mustinya berharga mahal. Semoga RI tidak kalah dalam negosiasi. Setidaknya ya “mengalah”. Mau mengelola milik sendiri kok sulit. Ngalah dhuwur wekasane. Tapi tunggu dulu, untuk jaman sekarang yg sering terjadi “Ngalah dhuwur rekasane”.

Er Gham
Yang 1/3 masih dipegang S'pore. Karena langsung terkait keamanan negaranya. Silakan aja duitnya masuk Indonesia semua, gak ada efek buat mereka. Jika ada jet tempur F 5 terbang dari Pekanbaru, mereka segera tahu sejak awal. S'pore juga ada perjanjian keamanan SEATO dengan AS, AUS, dan NZL.

Hardiyanto Prasetiyo
Kata siapa wilayah Udara sudah merdeka? buktinya 1/3 atau 29% FIR Kepulauan Riau dan Natuna masih didelegasikan ke Singapura. Mirisnya pula, ada pejabat Kemenhub yang berkomentar meskipun 1/3 FIR didelegasikan ke Singapura tapi direct operational cost masuk kas Indonesia. Ambyar, wilayah teritorial digadaikan dengan cuan.  Merdeka finansial iya, tapi merdeka teritorial belum.Konsekuensi berat Indonesia sbb :1. Monitoring Kohanudnas masih bakal diuji dan belum berakhir, karena selama ini black flight/non clearance flight yang notabene didonimasi pesawat tempur angkatan udara Singapura sering terdeteksi masih obok-obok wilayah tsb. Militer lho bukan sipil...2. Bargaining position Indonesia dalam hal ini Kohanudnas masih lemah dalam menangani black flight karena Singapura selaku pengelola FIR jg berhak mengaksesnya secara bebas meskipun bukan areanya.Itu masih wilayah udara belum wilayah laut Natuna yg sering diobok-obok kapal asing, sekali lagi masih jauh dari kata merdeka.Insting Geopolitik saya mengatakan, sejauh wilayah Kepulauan Riau dan Natuna masih berkonflik dan belum sepakat parameter batasnya, yang namanya FIR full dikuasai Indonesia dan Laut Natuna gk kebanjiran kapal asing itu masih mimpi semata.Karena pada hakikatnya FIR 1/3 masih kukuh dikuasai Singapura sebagai upaya Singapura untuk tetap mengontrol wilayah perbatasannya dengan digunakannya sebagai area latihan. Singapura gk tertarik cuannya tapi Singapura lebih mementingkan wilayah teritorialnya.Alasan klasik bahwa 1/3 FIR msh ditangani Singapura karena alasan safety hanya bualan belaka, sekelas Papua yang area terbangnya menantang dan berbahaya saja Indonesia masih bisa.Merdeka masih nan jauh disana! Tapi tenggelamkan masih bisa jadi senjata untuk mempertahankan harga diri bangsa.

PaxPol
Pertanjaan Koentji-nja adalah "kenapa masyarakat internasional tidak percaya kepada manajemen Indonesia?", "Kenapa negara seupil Singapura bisa mendapat peran yang sedemikian besar?" jawabannya bisa dilihat dari keseharian para aparatur sipil kedua negara maupun aparat hukumnya. Bagaimana mereka bersikap ketika tidak disorot media massa, apa yang menjadi pergunjingan orang awam terkait aparat-aparat tersebut.

Nur Rochemat
Kelak koruptor, mati nya makin sulit. Dikubur. Ditolak tanah Indonesia. Dibuang di Sungai Brantas. Ditolak air Indonesia. Dilempar ke udara. Diterima Singapura. Dulu.  Sekarang tak ada celah.

Purnomo Inzaghi
Ada wujud kemerdekaan lain yang menurut saya sama pentingnya dengan kontrol udara, yaitu perjanjian ekstradisi. Dengan adanya perjanjian ekstradisi dijamin lewat tuh para koruptor yang masih pada ngumpet di negeri singa, aparat hukum kita bisa mencokok mereka. Selama ini kan ekstradisi menjadi pelindung para pengemplang uang negara, dengan dalih berobat lalu lenyap tanpa bisa di tangkap aparat kita. Sekali lagi Presiden Jokowi membuat sejarah, sayang di saat kita mulai merasakan kerja beliau, waktu pemerintahannya sudah makin dekat berakhir. Tahun 2024 tampaknya akan sangat menentukan kemana arah kapal negeri ini...ingat lirik lagu Perahu Retak yg dinyanyikan Franky Sahilatua : "Perahu negeriku, perahu bangsaku, jangan retak dindingmu...."

Polisi satunya, yang masih ngobrol dengan sang ibu, melihat adegan brutal itu. Ia langsung menembakkan senjatanya ke arah penembak yang mencoba lari di koridor sempit.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News