Setelah RI-Singapura Teken MoU Ekstradisi, PNPK Desak Pemerintah Sita Uang Hasil Kejahatan
Namun, MoU itu tidak pernah dijalankan, karena tidak pernah diajukan ke parlemen untuk diratifikasi ke sistem hukum nasional.
Banyak yang menduga MoU Perjanjian Ekstradisi yang baru saja ditandatangani tersebut akan bernasib seperti di era Pemerintahan SBY, tidak untuk diratifikasi dan dijalankan.
MoU Perjanjian Ekstradisi tersebut diduga sekedar lip service dan dipakai sebagai alat tekan oleh predator pemeras uang kotor yang kabarnya melingkar dan menguasai istana.
“Padahal, jika MoU Perjanjian Ekstradisi dengan Singapura diratifikasi, maka dengan demikian tersedia landasan hukum yang kuat dan mengikat untuk menjemput paksa para penjahat keuangan yang bersembunyi di negara tersebut. Bahkan melalui “MoU Perjanjian Ekstradisi” tersebut para penjahat keuangan dapat dipidanakan dan dipenjarakan,” kata Rusli.
Sebetulnya, selain “MoU Perjanjian Ekstradisi”, Indonesia dengan Singapura juga terikat dalam cakupan perjanjian Mutual Legal Assitance (MLA) ASEAN.
Melalui perjanjian MLA ASEAN, jika diratifikasi, maka pemerintah Indonesia dapat dengan leluasa mengusut, mengejar, memidanakan dan menyita seluruh uang hingga aset para penjahat keuangan Indonesia yang disembunyikan di rekening rahasia, baik yang ada di Singapura, maupun di seluruh negara ASEAN dan sekaligus dapat mengadili dan memenjarakan pelaku kejahatan keuangan.
Oleh karena itu, untuk memperkuat kedudukan MLA ASEAN, pemerintahan Joko Widodo juga harus segera mengajukan ke DPR untuk diratifikasi menjadi UU.
Sebagaimana sebelumnya Pemerintah dan DPR telah meratifikasi perjanjian MLA dengan Swiss maupun perjanjian MLA dengan Rusia. Ada apa gerangan ratifikasi MLA ASEAN dan ratifikasi MoU Perjanjian Ekstradisi dengan Siangapura tidak semudah ratifikasi MLA dengan Swis dan Rusia?