Setiap Jumat Terbang ke Solo untuk Nonton Pergelaran Ki Purbo
"Grup gamelan itu dipimpin bapak teman saya itu. Namanya Sutino Hardokocarito. Teman saya berjanji mengajari gamelan dan bahasa Indonesia kepada saya. Saya pun setuju," tuturnya.
Grup gamelan itu beranggota para petani tua dari Wonogiri, Jawa Tengah. Hanya dua orang yang masih muda. Yakni, sinden dan penabuh kendang. Karena itu, Kitsie yang bertampang galak diminta untuk menjaga sinden dari godaan si penabuh kendang.
Tugas sampingan itu dijalankannya dengan baik. Si sinden terbebas dari gangguan dan godaan si penabuh kendang. "Lucunya, justru saya yang tergoda dan jatuh cinta. Bahkan, dia kemudian menjadi suami saya sampai sekarang," cerita Kitsie, lantas tertawa terkenang cerita konyol tersebut.
Suami Kitsie itu bernama Wakidi Dwidjomartono. Dia penabuh kendang andal asal Solo. "Kalau ingat itu, saya tersenyum sendiri. Kami sudah 20 tahun menikah," ucapnya.
Ketika akhirnya benar-benar menginjakkan kaki di Indonesia, Kitsie tidak sendiri. Wakidi terus berada di samping kekasih bulenya itu. Dia juga ikut mengusahakan beasiswa Dharmasiswa untuk Kitsie yang bermaksud mendalami gamelan di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Dia belajar selama dua tahun (1992"1994).
Tapi, setamat kuliah, Kitsie sempat bingung. Uangnya habis. Dia lalu melamar menjadi guru di JIS pada 1995. "Kebetulan saya pernah punya pengalaman jadi guru di New York. Saya diterima," jelasnya.
Konsekuensinya, dia harus pindah ke Jakarta. Maka, tahun itu juga bersama suami Kitsie hijrah ke ibu kota. Mereka lalu membuka sanggar Dwidjolaras di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Sanggar itu mengajarkan musik gamelan kepada para anggota.
Setelah menguasai gamelan, sembari menjadi guru di JIS, Kitsie mulai mempelajari dunia pewayangan. Dia lalu mencari sosok dalang yang bisa dijadikan mentor. Ketemulah dia dengan Ki Purbo. Dia merasa sreg dengan gaya Ki Purbo mendalang.