Shutdown Tak Kunjung Usai, PNS Amerika Serikat Mulai Resah
jpnn.com, WASHINGTON - Leo resah. Sudah sepuluh hari petugas pemeriksa pajak Badan Pajak Internal Pemerintah Federal AS itu tidak bekerja. Pemerintah meliburkan kantornya karena shutdown parsial sejak 22 Desember lalu. Dia tidak tahu sampai kapan harus "menganggur" di rumah. Dia juga tidak yakin mendapatkan gaji bulan ini.
"Kini saya harus menghemat setiap penny (koin senilai 1 sen)," ujar Leo saat diwawancarai CNBC.
Meski tidak bekerja, dia dan keluarganya tetap butuh makan. Berbagai kebutuhan pokok lainnya juga tetap harus dipenuhi. Salah satunya, insulin. Sebagai penderita diabetes, Leo bergantung pada insulin. Tapi, shutdown parsial membuatnya menunda pembelian obat tersebut.
Insulin yang sebenarnya menjadi kebutuhan pokok Leo tidak murah. Harganya berkisar USD 200 (sekitar Rp 2,8 juta). Karena takut kehabisan uang sementara tidak ada pemasukan yang pasti, dia lantas mengurungkan pembelian insulin.
Jika kondisi itu berlanjut, Leo terpaksa menggunakan kartu kredit untuk mencukupi kebutuhan pokok keluarganya.
Leo tidak sendiri. Dia bukan satu-satunya warga AS yang menderita karena shutdown parsial. Ada sekitar 800 ribu pegawai pemerintah seperti Leo yang dirumahkan sementara atau tetap bekerja tapi tidak digaji. Upah mereka baru bisa cair setelah shutdown parsial berakhir.
Sejauh ini belum ada tanda-tanda shutdown parsial akan usai. Presiden Donald Trump dan para pemimpin Kongres, baik dari Partai Demokrat maupun Partai Republik, belum sepakat soal anggaran. Pertemuan Rabu (2/1) di Situation Room, Gedung Putih, juga tidak membuahkan hasil.
Trump tetap bersikukuh pada pendiriannya untuk membiayai pembangunan tembok permanen di perbatasan AS-Meksiko. Dana yang dia butuhkan mencapai USD 5 miliar (sekitar Rp 72,12 triliun). Opsi itu langsung ditolak politisi Demokrat. Baik yang duduk di House of Representatives maupun Senat.