Si Kembar Ridwan dan Riswan ke Sekolah Naik Perahu, Ingin jadi Tentara
“Sebenarnya biasa saja. Karena sudah terbiasa. Semasa SD kami sudah melakukan hal ini," akunya.
Meskipun tak memungkiri kadang mereka dihantui rasa takut. Ketakutan tersebut terjadi saat mengalami mati mesin di tengah danau.
"Kami takut jika hujan. Karena dulu kami berdua pernah mengalami mati mesin di tengah danau dan hujan deras. Akhirnya buku, sepatu dan pakaian kami basah. Sekarang kami memilih untuk meninggalkan alat tulis-menulis di sekolah," ceritanya.
Namun mereka memastikan tidak pernah malu dengan keadaan tersebut. Mereka menyadari sulitnya orangtua mencari nafkah.
"Orangtua kami susah. Jadi tidak bisa menuntut banyak. Sudah bisa sekolah pun bersyukur. Sebagai anak kami hanya ingin memberikan yang terbaik,” beber kembar yang suka bulu tangkis tersebut.
Sembari berharap suatu saat nanti keluarganya akan mendapatkan bantuan rumah agar bisa tinggal di perkampungan yang ramai. Mereka tak menampik tinggal di seberang danau sendiri sangatlah sepi.
"Jujur kami merasa kesepian. Karena tidak ada teman main. Jadi kalau pulang sekolah kami tidur sorenya membantu ayah untuk angkat kopra. Setiap hari seperti itu. Insya Allah suatu saat orangtua kami bisa bangun rumah di kampung yang ramai," harap anak dari pasangan Farli Matede dan Salbiah Tarimakaseh tersebut.
Pantauan Manado Post, di seberang danau itu memang terlihat sepi. Hanya ada satu buah rumah kecil berdindingkan tripleks dan berlantaikan tanah yang berdiri di antara beberapa pondok tempat produksi kopra. Belakangan diketahui rumah tersebut milik keluarga dua kembar itu.