Simak, Ini Peringatan Dokter Reisa soal Penanganan Korban Kekerasan Berbasis Gender
jpnn.com, JAKARTA - Angka kasus kekerasan pada perempuan dilaporkan naik selama pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Kekerasan berbasis gender ini perlu disikapi dengan serius mengingat kebutuhan korban menjadi dilematis.
Hal ini dikarenakan petugas atau pendamping, harus mengantisipasi dengan cermat situasi dan kondisi risiko penularan COVID-19 pada saat memberikan bantuan.
Duta Adaptasi Kebiasaan Baru Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Dokter Reisa Broto Asmoro mengungkapkan, besarnya kenaikan angka kekerasan terhadap perempuan sejak pandemi pada Maret lalu.
“Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak P2TP2A dan Komnas Perempuan mencatat peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan sebesar 75 persen sejak pandemi Covid-19,” kata Dokter Reisa di Media Center Gugus Tugas Nasional, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Jumat (10/7).
Kekerasan berbasis gender dapat terjadi di wilayah pribadi, seperti di dalam rumah tangga, dan di wilayah publik, seperti di tempat kerja atau di tempat umum. Serta, dalam situasi normal ataupun situasi sulit, seperti bencana dan konflik.
Reisa juga menekankan, pihak korban seharusnya tidak dibiarkan sendirian menghadapi kekerasan dan harus tetap mendapatkan bantuan dari pihak lain, meskipun dalam kondisi pandemi ini.
Dilematika pemenuhan kebutuhan bantuan terhadap korban saat ini, mengharuskan kecermatan petugas atau pendamping terkait situasi dan kondisi penularan Covid-19 pada saat memberikan bantuan.
Oleh karena itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama dengan United Nations Fund for Population (UNFPA) menetapkan protokol penanganan kasus kekerasan berbasis gender yang dapat digunakan sebagai protokol bersama dalam penanganan kekerasan.