Sisi Gelap Algoritma TikTok yang Mengancam Kesehatan Jiwa dan Pikiran Pengguna
Peneliti 'Artifical Intelligence' di University of Melbourne, Dr Niels Wouters mengatakan walaupun halaman utama TikTok terprogram secara otomatis, sama halnya dengan algoritma, juga dibuat manusia.
"Sebagai manusia, kita punya bias tersendiri. Jadi ketika menciptakan algoritma, kita berisiko menanamkan bias tersebut pada algoritma."
Juli lalu, beberapa 'influencer' berkulit hitam mogok bersama, menolak untuk ikut menari gerakan viral TikTok, dan menuduh aplikasi tersebut melakukan kapitalisasi terhadap kreativitas mereka tanpa mengutamakan mereka dalam algoritma.
"Katanya untuk bisa mendapat banyak penonton di TikTok, banyak 'like', kita harus punya talenta.Tapi waktu kita menunjukkan bakat kita, tidak ada yang menghargai," kata Unice.
"Tak peduli seberapa banyak kita mencoba, tidak akan pernah dapat."
Maret 2020 lalu, dokumen kebijakan TikTok yang bocor menunjukkan bahwa moderator aplikasi tersebut diminta untuk menghilangkan konten pengguna yang dianggap "jelek, miskin, atau difabel".
Dokumen tersebut mengatakan bahwa pengguna yang "tembam atau obesitas" dengan "memiliki wajah jelek ... seperti terlalu banyak garis wajah ... atau memiliki kelainan wajah ... serta difabel lainnya" harus dihindarkan.
"Jika penampilan karakter atau lingkungan shooting nya tidak bagus, videonya tidak menarik untuk direkomendasikan pada pengguna baru," bunyi dokumen tersebut.