Sisi Jelek Transfer Caleg
Oleh Zaenal A Budiyono*jpnn.com - Klub-klub sepak bola di Eropa tengah memanaskan mesin baru dengan mendatangkan pemain-pemain top. Di Italia, Juventus memboyong Cristiano Ronaldo dari Real Madrid.
Pesepak bola berjuluk CR7 itu diboyong ke Juventus dengan dana wah. Kehadirannya langsung disambut demo pekerja FIAT Motor yang menganggap nilai transfernya sebagai pemborosan.
Tapi bukan hanya Juventus yang memboyong pemain dari klub lain. Hampir semua klub di Benua Biru melakukan hal serupa untuk memperkuat line up musim kompetisi 2018-2019.
Tapi itu di Eropa. Di Indonesia Liga1 pun masih berjalan.
Namun, transfer 'bintang' di Indonesia justru terjadi di arena lain. Bukan sepak bola, melainkan di antara kontestan Pemilu 2019.
Menghadapi "musim baru" untuk Pemilu 2019, banyak partai berbenah untuk menambah tenaga dengan menggaet bintang. Tujuannya agar target mereka di kompetisi Pemilu Legislatif (Pileg) 2019 tercapai. Minimal lolos parliamentary threshold 4 persen agar bisa punya kader di parlemen.
Tapi di sinilah ironisnya. Sepak bola bukan politik dan partai bukan klub. Partai memiliki tujuan yang lebih dari sekadar merebut puncak klasemen.
Ada fungsi pendidikan politik, rekrutmen politik hingga resolusi konflik yang melekat di parpol. Selain itu, partai juga kental dengan ideologi tertentu untuk membedakannya dari parpol lain.