Sistem Ganjil Genap Jangan Diterapkan Permanen
jpnn.com, JAKARTA - Ketua Yayasan Lembanga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, sistem ganjil genap mestinya tidak diterapkan secara permanen. Secara regulasi, instrumen pengendalian lalu-lintas yang sudah mempunyai dasar hukum kuat adalah ERP (Electronic Road Pricing), atau jalan berbayar.
Maka, menurut Tulus, BPTJ harus mulai menggodog dengan serius implementasi jalan berbayar, terutama jika LRT/MRT sudah beroperasi.
”Tanpa di back-up instrumen pengendalian traffic di ruas-ruas utama menuju Jakarta, LRT/MRT tidak akan laku, minim penumpang. kata orang Jawa : ora payu,” ungkap Tulus, seperti diberitakan Jawa Pos.
Menurut Tulus, Jika dilihat aspek volume to capcaity (V/C) ratio, maka penerapan ganjil genap oleh pemerintah di beberapa pintu tol seperti GT Tangerang 2 dan GT Kunciran 2 cukup beralasan.
Mengingat V/C ratio di kedua pintu tol tersebut sudah di atas 1. ”Maksimal V/C ratio pada suatu ruas jalan maksimal hanya 0,85. Paling ideal adalah 0,5,” katanya.
Tulus menjelaskan, V/C ratio mencerminkan kecepatan rata-rata kendaraan. Semakin tinggi V/C ratio nya, semakin rendah kecepatan rata-rata kendaraan di jalan tersebut. ”Sama saja dengan semakin jelek performa jalan tersebut,” jelas Tulus.
Dengan kata lain, karena aspek V/C ratio yang sangat tinggi, maka kualitas Standar Pelayanan Minimal (SPM) pada ruas jalan tol dimaksud sangat rendah, alias tidak mencapai target.
Menurut Tulus, jalan tol yang lamban seperti ini jelas sangat merugikan konsumen. Seharusnya, jalan tol yang dibayar harus paralel dengan kualitas pelayanan seperti kecepatan dan kelancaran.