Siswa Harus Naik Sampan ke Sekolah
Kamis, 27 Oktober 2011 – 11:20 WIB
Ucapan ibu rumah tangga yang tak kenal lelah tersebut selalu terlintas dibenak Siti Aisah ketika mengunakan jasa rakit tersebut. Hampir setiap hari guru-guru yang mengajar di Desa Mowundo terlambat karena harus antri pula menaiki sampan. Metodenya sama yang dirasakan siswanya, harus menunggu sepeda motor yang naik barulah sampan bisa berjalan. "Ya sama dengan siswa juga nanti ada motor yang naik barulah sampannya jalan karena saya juga kasiahan kalau ibu-ibu tersebut mengerakan sampannya tak ada pemasukan sekali berjalan,"kata Siti yang masih berstatus gadis itu.
Jika musim hujan dan air tiba-tiba pasang mau tak mau siswa ada sebagian yang tidak masuk sekolah karena sampan-sampan atau lasim di sebut rakit tersebut tak berani menantang derasnya air kali Molawe. Jika dipaksakan maka akan jatuh korban karena sampan bisa saja terbalik. Siti mengatakan pernah mengalami kejadian dalam sebulan dirinya empat kali tidak mengajar siswanya karena saat itu kondisi air kali Molawe cukup deras. Tepat pukul 12.00 Wita saat itu dirinya harus pulang kerumah karena kondisi air tak juga surut.
Dengan begitu, jumlah siswa 106 itu ada yang belajar dan ada juga yang tidak. Karena dari 12 guru di SD Mowundo hanya satu orang yang berdomisili di Mowundo sedangkan yang lainya dari desa Molawe. Siti pun merasakan jika dirinya harus melepas sepatu ketika akan menaiki sampan tersebut karena jika tidak maka sepatunya akan basah. Para orang tua murid pernah juga rapat di sekolah untuk mencarikan solusi agar jembatan kayu tersebut diperbaiki. Hasilnya semua orang tua siswa setuju namun mereka kembali berpikir jika jembatan tersebut sudah bagus maka dipastikan akan dilalui kendaraan tambang lagi. "Pasti usia jembatan tersebut tidak lama," pungkas guru yang berusia 26 tahun ini.