Siswa Harus Naik Sampan ke Sekolah
Kamis, 27 Oktober 2011 – 11:20 WIB
Wati, ibu rumah tangga yang sehari-hari bekerja sebagai papalimbang (perakit,red) mengatakan sejak rusaknya jembatan kayu kali Molawe dirinya memutuskan untuk menarik rakit. Semula dirinya tidak ingin bekerja sebagai jasa penyebrangan namun karena ketiga anaknya sekolah di desa seberang akhirnya banyak warga yang meminta untuk jasa tersebut ada. "Ya sampai saat ini saya lakukan," katanya, sambil menunggu sepeda motor yang naik di rakitnya.
Memang khusus guru dan anak sekolah diberikan gratis penyebrangan karena kasihan. Orang tua para siswa kata Wati hampor semua di kenalinya dan kondisi keuangan ditambah lagi dengan kebutuhan sehari-hari cukup banyak dan jika siswa harus dipunggut biaya ongkos naik sampan maka cukup banyak pengeluaran. Wanita yang memilik tiga orang anak ini mengaku setiap hari sejak pukul 05.00 Wita dirinya sudah harus turun ke kali Molawe menarik sampan hingga pukul 18.00 Wita. Sementara pada malam hari dirinya bukan tidak mau menekuni pekerjaan tersebut tetapi ada sistem ganti (siep,red).
Dua sampan yang beroperasi tersebut pemiliknya ada empat orang, dalam sehari pendapatan harus dibagi menjadi empat. Wati mengatakan dalam sehari pendapatannya paling banyak 200 ribu rupiah. "Ya kami meski bekerja seperti ini tetap berharap jembatan kayu ini segera di perbaiki," katanya.(kp)