Skizofrenia dan Urgensi Kepekaan Publik
Oleh: Anggia Ermarini, MKMjpnn.com, JAKARTA - Bagi para penikmat film, pastilah tahu kehadiran film berjudul Joker yang sedang marak ditayangkan di berbagai bioskop tanah air.
Ya. Film laga hidup yang sarat cerita psikologis dengan bumbu kekerasan berdarah yang kuat, perilaku mengganggu, serta bermuatan bahasa dan gambar seksual.
Penulis tidak sedang mengkritisi cerita dan nuansa kekerasan dalam film tersebut, meskipun di Amerika Serikat sendiri banyak kalangan memprotes keras penayangan Joker. Bahkan sebagian bioskop tidak mendapatkan izin tayang karena alasan gangguan keamanan.
Sisi menarik Joker justru alur cerita tokoh utamanya yang sejak awal digambarkan penuh tekanan psikologis. Hidup dan karirnya penuh kegagalan, cemoohan, bahkan perlakuan kekerasan dari lingkungannya.
Dalam bahasa medis dan kesehatan jiwa, Joker mengalami apa yang disebut skizofrenia, yakni gangguan mental yang terjadi dalam jangka panjang. Gangguan ini menyebabkan penderitanya mengalami halusinasi, delusi, kekacauan berpikir, dan perubahan perilaku.
Sebagian penderita skizofrenia juga mengalami gejala psikosis, yakni situasi saat penderitanya kesulitan membedakan antara kenyataan dengan pikirannya sendiri. Psikosis adalah salah satu gejala dari beberapa gangguan mental, yang di antaranya adalah skizofrenia. Dalam bahasa awam sering dicap sebagai “orang gila”.
Menurut WHO, diperkirakan lebih dari 21 juta orang di seluruh dunia menderita skizofrenia. Penderitanya juga berisiko 2-3 kali lebih tinggi mengalami kematian di usia muda.
Penyalahgunaan NAPZA, depresi, dan gangguan kecemasan, juga acap melekat pada diri penderita szikofrenia. Begitu rawan dan riskannya gangguan mental ini, jika tidak ada penanganan komprehensif, maka akibatnya bisa fatal seperti deskripsi film Joker.