Soal Kebijakan Kemasan Pangan, Guru Besar IPB Beri Saran Bagus untuk Pemerintah
Kalau pun menjiplak, ujarnya, harus dilihat benar tidak kondisi kita sama dengan di luar. Harus dilakukan studi dulu. Dan, kenapa juga harus terburu-buru.
"Apakah memang itu sudah pada taraf yang sangat membahayakan, berisiko, sehingga segera dibuat regulasinya?” tanya Prof. Sulaeman.
Dia melihat dengan menjiplak mentah-mentah apa yang terjadi di negara lain, itu menunjukkan ketidakkonsistenan Indonesia dalam mengawasi keamanan pangan.
Kejadian seperti ini lanjutnya, akan berefek jelek, di mana rakyat bisa menjadi tidak percaya lagi terhadap peraturan pangan di Indonesia. “Semestinya kan tujuannya murni melindungi masyarakat, melindungi konsumen. Bukan untuk memenangkan satu perusahaan atau melindungi satu usaha tertentu,” katanya.
Dia menyarankan agar lembaga terkait melakukan kajian terlebih dulu secara tuntas dan jangan membuat aturan yang terburu-buru gara-gara ada pesanan. Selama belum bisa membuktikan antara bahaya dan risikonya, kita tidak bisa langsung membuat kesimpulan. Harus pikirkan lagi bahwa orang itu butuh minum.
"Jangan gara-gara buru-buru menuduh air galon guna ulang berbahaya, malah orang kekurangan air dan bisa mati karena dehidrasi. Padahal, isu bahayanya itu nggak jelas bukti ilmiahnya,” ucapnya.
Untuk menguji apakah air minum galon guna ulang itu berbahaya atau tidak, menurutnya, itu sangat mudah. Caranya, memberikannya kepada hewan percobaan seperti tikus. “Kasih minum saja (air galon guna ulang) kepada tikus, muncul nggak gejala sakit? Kan gampang sebetulnya. Kenapa kita hanya praduga-praduga yang nggak jelas?" pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Standardisasi Pangan Olahan BPOM, Anisyah, mengatakan banyak negara di dunia makin memperketat regulasi dan penggunaan senyawa BPA untuk campuran dalam kemasan plastik makanan dan minuman. BPOM mewakili pemerintah RI bakal melakukan hal yang sama di Indonesia. (esy/jpnn)