Soal Presidential Threshold, Fahri: Rakyat Jangan Dibatasi
jpnn.com, JAKARTA - Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, khususnya yang mengatur syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) kembali diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Faisal Basri dan kawan-kawan.
Menanggapi upaya tersebut, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah saat dihubungi wartawan, Jumat (22/6), mengungkapkan dukungannya kepada Faisal Basri dan kawan-kawan yang mengajukan Judical Review (JR) terdahap Presidential Threshold (PT) 20 persen.
Fahri beralasan karena jika PT 20 persen tersebut diberlakukan, maka sejumlah kemungkinan yang akan muncul dalam Pilpres 2019 mendatang. Di antaranya menghadapi kotak kosong, hingga menonton calon yang didesain oleh penguasa dan para cukong.
“Masa, mau pilih pemimpin dibatasi 20% treshold. Dan, mau cari yang bagus harus didukung konglomerat dan berkuasa. Akhirnya kemungkinan kita akan menonton calon yang didesain oleh penguasa dan para cukong?” sebut politisi dari PKS itu.
Karena itu, Fahri mendukung langkah yang dilakukan oleh Faisal Basri dan kawan-kawan melakukan JR atas UU yang akan membatasi hak rakyat untuk memilih pemimpin dari alternatif yang bisa disajikan oleh parpol.
“Semoga sukses (upaya Faisal Basri dkk). Jika nanti Pilpres bisa diikuti oleh banyak kandidat, semoga bisa lahir pemimpin sejati,” ucapnya.
Sebelumnya, sebanyak 12 tokoh mengirimkan permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penolakan syarat ambang batas presiden atau presidential threshold. Pemohon merasa syarat tersebut telah mendegradasi kadar pemilihan langsung oleh rakyat yang telah ditegaskan dalam UUD 1945.
Permohonan ini telah diajukan oleh 12 tokoh mulai dari bekas menteri hingga sutradara film, seperti M. Busyro Muqoddas (bekasKetua KPK dan Ketua KY), M. Chatib Basri (bekas Menteri Keuangan), Faisal Basri (Akademisi), Hadar N Gumay (bekas Pimpinan KPU), Bambang Widjojanto (bekas komisione KPK), Rocky Gerung (Akademisi).