Soal Seleksi Capim KPK, Petrus Selestinus: Penilaian PUSaKO Menyesatkan Publik
Klarifikasi Forum Lintas Hukum
1. Permasalahan Laporan Harta Kekayaan
PUSaKO telah berpandangan bahwa meskipun para Capim KPK bukan Penyelenggara Negara, namun harus tetap melaporkan harta kekayaannya kepada KPK berdasarkan ketentuan Pasal 29 UU KPK oleh karena ketentuan pasal 29 UU KPK merupakan ketentuan khusus (lex specialis) dalam hal seleksi pimpinan yang mengesampingkan ketentuan pasal 23 UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dai KKN sebagai aturan umum (lex generalis), yang mewajibkan setiap Penyelenggara Negara melaporkan harta kekayaannya kepada KPK.
Pandangan Lembaga Peneliti PUSaKO ini, jelas sebagai sebuah kekeliruan atau kesengajaan yang bersifat sesat untuk mendiskresditkan Pansel Capim KPK dan Para Calon Pimpinan KPK itu sendiri, oleh karena ketentuan pasal 29 huruf k UU KPK dengan tegas menyatakan bahwa: untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan KPK, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: "mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku".
Undang-undang yang berlaku yang mengatur tentang Penyelenggara Negara dan kewajiban mengumumkan kekayaan bagi setiap Penyelenggara Negara itu adalah UU No. 28 Tahun 1999 khususnya pada pasal 2 dan pasal 5 angka 2 dan angka 3, pasal 20 dan pasal 23 yang menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 2 : Penyelenggara Negara meliputi: Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; Menteri; Gubernur; Hakim; Pejabat Negara lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 5: Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk : angka 2: bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat; dan angka 3: melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum, selama dan setelah menjabat.
Pasal 20 ayat (1) UU No. 28 Tahun 1999, menegaskan bahwa setiap Penyelenggara Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 1, 2, 3, 5 atau 6 dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.