Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Sonya Depari Korban Kekerasan via Medsos

Jumat, 08 April 2016 – 17:21 WIB
Sonya Depari Korban Kekerasan via Medsos - JPNN.COM
A. Kasandra Putranto. Foto: Ist for JPNN

Apakah tontotan seperti sinetron yang lebih banyak membentuk sikap remaja alias ABG‎?

Sinetron adalah produk dari industri kreatif yang memadati ruang publik 'on air' kita. Umumnya sinetron Indonesia menampilkan gaya hidup, kemewahan, perbedaan kaya miskin dan kesombongan‎. ‎Sinetron hanya salah satu faktor yang menjadi sumber belajar masyarakat. Konten negatif yang ditampilkan semakin memperkuat nilai inkonsistensi yang dipelajari anak.

Sementara industri tidak peduli terus saja menjual konsep seperti itu karena ingin meraup untung tanpa memikirkan bagaimana moral anak bangsa nanti. Akibatnya fatal,‎ anak-anak Indonesia belajar menjadi tidak konsisten karena lingkungan memberikan inkonsistensi itu.‎ Termasuk di dalamnya perilaku para pejabat publik yang menampilkan inkonsistensi sikap antara janji stop korupsi tetapi justru terbukti melakukan korupsi. Di mata ABG, kalau pejabat bisa begitu, kenapa mereka tidak bisa.

Namun demikian, bukan hanya sinetron yang harus disalahkan karena hal ini terkait dengan nilai-nilai dalam keluarga. Coba perhatikan bagaimana anak-anak ini mencoret-coret seragam sekolah mereka. Tidak hanya terjadi di Medan tetapi juga di berbagai kota di Indonesia. Padahal baju itu bisa dipakai anak yang tidak mampu. ‎Naik mobil keliling kota juga tujuannya apa? Perilaku ini bukan semata-mata sinetron tapi nilai dalam keluarga. Kalau hal ini dilakukan saat pengumuman kelulusan mungkin masih bisa diterima, karena bajunya akan digantung menjadi kenangan, tetapi ini dilakukan hanya karena selesai UN. 

Anda melihat terjadi degradasi nilai?

Mari kita bandingkan remaja Indonesia di tahun 1920-an yang mampu membentuk organisasi pemuda, menciptakan lagu kebangsaan, menyusun dasar negara, dan memperjuangkan Indonesia merdeka. Bagaimana dengan remaja di tahun 2020?.

Sebagai penutup, apa yang ingin Anda sampaikan?

‎‎Berbagai kasus pelanggaran norma hukum, sosial dan agama terkait dengan kualitas personal individu. Pelanggaran lalu lintas mencerminkan perilaku tidak tertib dan kualitas mental tertentu. Pengalaman saya sebagai psikolog Klinis selama 25 tahun dan psikolog Forensik selama 15 tahun terakhir mendorong untuk memperjuangkan program Attitude Achievement Generation. Mari menanamkan kembali nilai-nilai budi Pekerti dan semangat berprestasi. Tegakkan konsistensi dalam setiap struktur sosial masyarakat. Mari berkaca pada negara-negara Asia lain yang tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional. Misalnya Jepang atau Korea, Mereka berupaya memuat konten-konten filsafat yang sarat makna dalam setiap bahan pendidikan mereka di rumah, sekolah, masyarakat, media, industri dan pemerintah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News