Soponyono, Tokoh Hindu Tengger Penggagas Berdirinya Musala di Gunung Bromo
Ikut Gelisah Mendengar Keluhan Wisatawan Muslim’’Awalnya saya diajak teman mencari lokasi untuk pembangunan musala di kawasan Bromo. Sebab, banyak sekali pengunjung muslim yang mengeluhkan susahnya mencari tempat untuk salat Subuh,” ujar Edel, panggilan Soponyono.
Teman yang dimaksud Edel adalah pengurus Lembaga Amil Zakat Nasional (Laznas) dan Bank Syariah Mandiri (BSM) yang bermaksud untuk mendirikan musala di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) tersebut. Tanpa pikir panjang, Edel langsung mengiyakan ajakan tersebut. Sebagai tokoh umat Hindu yang cukup disegani di kalangan suku Tengger, Edel tak punya banyak pertimbangan untuk ’’merestui’’ pembangunan musala itu.
”Secara pribadi, saya menganggap semua keyakinan itu sama. Baik Hindu maupun Islam ataupun agama lain tidak ada bedanya. Semua keyakinan memiliki satu Tuhan dan tentunya satu tujuan mulia, yakni beribadah,” ujarnya lirih.
Edel mengaku tak mengalami pergulatan batin yang berarti saat menyosialisasikan rencana pembangunan tempat ibadah umat Islam itu kepada masyarakat Tengger yang kebanyakan beragama Hindu. ”Saya justru merasa senang bisa membantu pembangunan musala itu,” tuturnya.
Memang, niat tulusnya tersebut sempat tak berjalan mulus. Saat berdialog dengan masyarakat Tengger, banyak yang melontarkan pertanyaan yang sama. ”Kenapa hanya musala yang dibangun? Bagaimana dengan tempat ibadah agama lainnya?” kata pria yang sehari-hari berprofesi petani sayur tersebut.
Meski begitu, dia tidak mundur. Dengan berbagai cara, dia bahkan terus memantapkan rencana pembangunan musala itu. Selain mendekati warga Tengger, Edel bernegosiasi dengan pihak TNBTS. Tak jarang, saat ada perayaan ataupun upacara agama Hindu, dia mengajak masyarakat ikut mendoakan pembangunan musala itu. ”Sebab, setahu saya objek wisata yang baik semestinya memiliki tempat ibadah bagi semua agama,” katanya.
Setelah melalui serangkaian proses, akhirnya pembangunan tempat ibadah bagi umat Islam itu pun dimulai. Musala tersebut dibangun di atas tanah seluas 1.800 meter persegi. Bangunan musala seluas 81 meter. Lokasinya tak jauh dari tempat wisatawan menunggu terbitnya matahari di Gunung Bromo. Musala yang resmi dioperasikan mulai Mei 2014 itu mampu menampung sekitar 40 jamaah.
Tim dari BSM dan Laznas sepakat untuk mengusung nilai-nilai Islam yang universal di musala yang menelan dana sekitar Rp 1,4 miliar tersebut. Mereka juga mengajak masyarakat Hindu Tengger untuk ’’mengawasi’’ pembangunannya.