Soponyono, Tokoh Hindu Tengger Penggagas Berdirinya Musala di Gunung Bromo
Ikut Gelisah Mendengar Keluhan Wisatawan MuslimSalah satu visualisasi yang menunjukkan toleransi antara umat Islam dan Hindu adalah adanya tempat sesaji bagi umat Hindu yang dibangun di luar pagar kompleks musala. Tujuannya, ada kedekatan antara umat Hindu dan Islam.
”Gapura musalanya juga mengusung konsep kerajaan Hindu Majapahit. Konsep itu diangkat agar tetap memperkuat kearifan lokal dan sebagai cermin budaya toleransi antara dua agama,” imbuhnya.
Bukan hanya itu. Seusai pembangunan musala yang memakan waktu sekitar 1,5 bulan tersebut, pihak Laznas meminta salah seorang di antara empat petugas jaga musala adalah warga Hindu. Itu dimaksudkan lebih mempererat kerukunan beragama di Bromo.
Kedekatan umat Islam dengan para tokoh agama dan tokoh pemuda Tengger hingga kini tetap terjaga dengan baik. Hal tersebut tecermin melalui kegiatan sosial seperti pemberian beasiswa lanjutan dari Laznas dan BSM bagi anak-anak suku Tengger, bantuan alat semprot hama bagi para petani, dan pemberian 100 mushaf Alquran untuk 10 masjid di Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Kini satu-satunya musala di kawasan Bromo tersebut telah ramai dikunjungi wisatawan, baik untuk beribadah maupun rehat di sela-sela waktu penanjakan. Melihat ramainya musala yang diberi nama Musala BSM itu, Edel ikut senang. Bagi dia, hal tersebut merupakan salah satu pencapaian terbaik dalam hidupnya.
”Kalau orang muslim bilangnya alhamdulillah, saya menyebutnya astungkara. Sebab, saya sangat bersyukur akhirnya musala ini berdiri,” tandas Edel. (*/c10/ari)