SPIL Dukung Pengungkapan Kayu Merbau Ilegal
jpnn.com, SURABAYA - Terkait masuknya kayu merbau yang diduga ilegal dari Pelabuhan Sorong Papua ke Surabaya, PT Salam Pasific Indonesia Lines (SPIL) memastikan perusahaan telah menjalankan prosedur dan aturan yang berlaku. Sebagai perusahaan pelayaran, kapal SPIL tidak memiliki otoritas untuk menentukan keabsahan suatu barang dan hanya bertindak sebagai pembawa muatan.
Sebelumnya Direktorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan (DirPPH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyita 40 kontainer kayu merbau yang diduga ilegal karena tidak dilengkapi dengan dokumen resmi. Ada 34 kontainer disita di dalam depo SPIL Jalan Teluk Bayur, Perak Utara. Sementara enam lainnya sudah dikirim ke dua perusahaan yaitu CV MAR di Pasuruan dan CV SUAI di Gresik.
"Kami sungguh kaget bahwa muatan yang dibawa oleh salah satu kapal kami ternyata dianggap tidak memiliki dokumen yang sah. Karena sejak barang masuk ke kapal, petugas SPIL telah menjalankan bisnis proses sesuai standar operating prosedur (SOP) yang berlaku bagi setiap kapal SPIL di setiap pelabuhan," tegas Dominikus Putranda, Corporate Affairs PT SPIL dalam keterangan resmi, Jumat (7/12).
Terkait kontainer berisi kayu yang diduga ilegal tersebut, pria yang akrab disapa Donny itu mengatakan, sebelum barang masuk ke kapal petugas SPIL telah menerima surat-surat yang dianggap lengkap. Karena surat tersebut mencantumkan otorisasi dari lembaga yang berwenang. Sebagai pemilik kapal, SPIL tidak dalam posisi untuk menentukan keabsahan dokumen barang-barang yang akan masuk ke kapal.
Menurut Donny saat ini perusahaan sedang melakukan investigasi internal untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai masalah ini. Terutama berkaitan dengan bisnis proses dan pelaksanaan SOP. Jika memang ditemukan ada pelanggaran, manajemen tidak segan untuk melakukan penindakan secara tegas sesuai hukum yang berlaku. Karena dalam masalah ini SPIL sesungguhnya juga korban. SPIL tidak tahu jika barang-barang yang dimasukkan ke kapal ilegal, mengingat semua dokumen pengiriman barang dan ketentuan masuknya barang dipenuhi oleh pengirimnya di Sorong.
SPIL berharap kasus ini segera tuntas dan menjadi pelajaran bagi perusahaan agar selalu waspada dan terus menyempurnakan proses bisnisnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Penegakkan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan, penindakan terhadap penyelundupan kayu merbau ini telah merugikan negara baik dari sektor pajak maupun pembalakan hutan. Nilai 40 kontainer kayu illegal logging dari pelabuhan Sorong Papua itu sekitar Rp 12 miliar. "Sesungguhnya bukan nilainya yang jadi fokus perhatian kami, tapi pada pelestarian hutan dan ketaatan terhadap hukum yang berlaku," katanya.
Rasio menuturkan, pengungkapan kayu ilegal ini bermula ketika ada informasi mengenai pengiriman kayu jenis Merbau dari Sorong, Papua menuju ke Surabaya. Penyelidikan dilakukan oleh tim salah satunya membuntuti kayu ini sejak dari Papua. Kayu tersebut diangkut menggunakan kontainer milik SPIL dengan isi kayu sebanyak 16 meter kubik per kontainernya. “Isinya satu jenis kayu itu. Namun, ukurannya bervariasi dan sudah berupa kayu jadi,” tuturnya. (JPNN/pda)