Sudahlah Jangan Lempar Tanggung Jawab, Itu Tsunami
Triyono mengatakan, memang tidak ada gempa yang terdeteksi sebelum datangnya tsunami tersebut. Karena itulah, Ina-TEWs tidak bereaksi.
Triyono juga membenarkan bahwa dalam kondisi seperti Sabtu malam lalu, keberadaan tsunami buoy alias pelampung tsunami sangat dibutuhkan. Namun, Triyono pesimistis keberadaan buoy akan membuat banyak perbedaan. ”Memang mungkin bisa tahu lebih awal. Tapi, mungkin hanya sepuluh sampai 20 menit,” katanya.
Adapun PVMBG memiliki dua sensor yang dipasang di Pulau Sertung dan Pulau Anak Krakatau. Sekitar pukul 21.00 WIB Sabtu, pos pemantauan Gunung Anak Krakatau di Anyer mengetahui bahwa sensor di Pulau Anak Krakatau yang terdekat dengan kawah ternyata tidak berfungsi. "Entah karena terkena lava atau batu pijar atau tertutup debu,” kata Agus.
Otomatis, pemantauan hanya mengandalkan sensor yang terpasang di Pulau Sertung, yakni pulau yang terletak sekitar 2 kilometer di barat Pulau Anak Krakatau.
Agus mengakui, tsunami yang terjadi Sabtu malam adalah kasus langka. Karena itu, saat ini tim PVMBG masih menyelidiki apakah benar terjadi longsoran bawah laut seperti yang disebut banyak orang.
Sementara itu, pakar tsunami BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) Widjo Kongko yang melakukan kaji cepat mengungkapkan, ada indikasi tsunami tersebut disebabkan erupsi Anak Krakatau. ”Kemungkinan besar terjadi flank failure/collapse akibat aktivitas Anak Krakatau dan akhirnya menimbulkan tsunami,” katanya.
Jika benar itu menjadi penyebab, fenomena tersebut masih berpotensi berulang. ”Aktivitas Anak Krakatau belum selesai dan flank atau collapse yang terjadi bisa memicu ketidakstabilan berikutnya,” katanya. (tau/c10/ttg)