Sukmawati
Dhimam Abror Djuraidjpnn.com - Aku tak tahu Syariat Islam,
Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah, Lebih cantik dari cadar dirimu,
Gerai tekukan rambutnya suci,
Sesuci kain pembungkus ujudmu,
Rasa ciptanya sangatlah beraneka,
Menyatu dengan kodrat alam sekitar,
Jari jemarinya berbau getah hutan,
Peluh tersentuh angin laut,
Lihatlah ibu Indonesia,
Saat penglihatanmu semakin asing,
Supaya kau dapat mengingat,
Kecantikan asli dari bangsamu,
Jika kau ingin menjadi cantik, sehat, berbudi, dan kreatif,
Selamat datang di duniaku, bumi Ibu Indonesia,
Aku tak tahu syariat Islam,
Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok,
Lebih merdu dari alunan azan mu,
Gemulai gerak tarinya adalah ibadah,
Semurni irama puja kepada Illahi,
Nafas doanya berpadu cipta,
Helai demi helai benang tertenun,
Lelehan demi lelehan damar mengalun,
Canting menggores ayat ayat alam surgawi,
Pandanglah Ibu Indonesia,
Saat pandanganmu semakin pudar,
Supaya kamu dapat mengetahui kemolekan sejati dari bangsamu,
Sudah sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab ini cinta dan hormat kepada ibu Indonesia dan kaumnya.
*
Bagi Diah Mutiara Sukmawati Sukarnoputri puisi ‘’Kidung Ibu Pertiwi’’ atau ‘’Kidung Ibu Indonesia’’ itu adalah puja-puji bagi keindahan khazanah budaya bangsa Indonesia.
Namun, bagi sebagian pemeluk Islam puisi dianggap sebagai penghinaan.
Membandingkan konde dengan cadar bagi Sukmawati dianggap sebagai ekspresi estetika. Namun, bagi sebagian kalangan umat Islam perbandingan itu dianggap mendegradasikan syariah Islam yang mewajibkan wanita menutup auratnya secara lengkap.
Sukmawati merasa tidak nyaman kupingnya karena mendengar suara azan. Baginya, suara orang mengidung lebih indah ketimbang alunan azan yang mengajak muslim menjalankan salat.
Sukmawati menganggap azan sebagai seni suara layaknya orang menyanyi di pagi hari, di tengah hari, di senja hari, di petang hari, dan di malam hari menjelang tidur. Karena itu, telinga Sukmawati terganggu oleh seni suara yang tidak ia pahami maknanya itu.