Sulap atau Futsal di Dek saat Tunggu Waktu Bertugas
BERBAGAI faktor membuat pencarian korban dan pesawat AirAsia QZ8501 tidak bisa dilakukan 24 jam. Personel yang terlibat dalam proses pencarian, Badan SAR Nasional (Basarnas), TNI, maupun kelompok lain, harus pintar membunuh bosan, berhari-hari di tengah laut.
------------
Laporan Bayu Putra - Suryo Eko Prasetyo, Pangkalan Bun
------------
PETIKAN gitar mengalun dari salah satu sudut ruang penumpang Kapal Negara (KN) 224 SAR pada 31 Desember lalu. Mengenakan celana pendek selutut dan kaus ketat hijau, Charles Batlajery, sang pemetik gitar, memainkan lagu Kisah Romantis yang dipopulerkan Glenn Fredly dengan sangat baik.
Kelihaian Charles bermain gitar mampu mengundang empat pria lain di ruangan itu untuk ikut bernyanyi. Semuanya anggota Basarnas Special Group (BSG). Charles adalah komandan pada semacam pasukan khusus di Basarnas itu.
Main gitar dan bernyanyi bersama adalah salah satu cara untuk mengisi waktu bagi Charles dkk. Kebetulan, sore menjelang malam pergantian tahun itu, mereka sedang tidak punya agenda apa-apa.
Persiapan penyelaman di Laut Jawa sudah mereka selesaikan. Mereka sedang menunggu kedatangan 47 penyelam TNI-AL yang akan bergabung di KN 224.
Bagi Charles dkk, hari itu adalah hari keempat mereka di tengah laut dalam pencarian korban dan badan pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di Selat Karimata. Perjalanan BSG dimulai sore hari dari Pelabuhan KPLP, Kalijapat, Tanjung Priok, Jakarta, beberapa jam setelah pesawat AirAsia dilaporkan hilang pada 28 Desember.
KN 224 SAR yang membawa mereka bersama para wartawan, termasuk Jawa Pos, mengarungi Laut Jawa langsung ke sektor 4 pencarian di kawasan Selat Karimata.
Dari Tanjung Priok, perjalanan menuju Selat Karimata memakan waktu delapan jam. Kala itu kondisi cuaca masih bagus meskipun sempat turun hujan. Sepanjang perjalanan, tinggi ombak ada di kisaran 0,5–2 meter.
Kapal tiba di lokasi pencarian pada tengah malam. Tim bermalam di tengah laut, menunggu fajar untuk memulai pencarian menggunakan lampu sorot.