Survei Membuktikan, Konsumen Indonesia Ingin Vape Tersedia di Pasaran
Hal inilah yang mereka anggap sebagai penyebab utama munculnya penyakit. Oleh karena itu, sebanyak 90 persen responden mengatakan, vape harus diregulasi dan dapat diakses secara legal untuk perokok konvensional.
Terlepas dari pandangan yang beredar di masyarakat terhadap regulasi dan komersialisasi vape sebagai alternatif untuk merokok, survei itu menunjukkan, jika dibandingkan dengan lima negara lainnya, orang Indonesia adalah yang paling pesimis tentang vaping.
Selain itu, hanya 64 persen orang Indonesia yang akrab dengan jenis HPTL lain, yakni produk tembakau yang dipanaskan (HTP), dibandingkan dengan rata-rata 75 persen dari total enam negara.
Delon menjelaskan, walaupun konsumen Indonesia beranggapan, produk alternatif ini harus tersedia secara legal sebagai pilihan untuk perokok, tetapi pemahaman mereka tentang risiko dan manfaat dari produk-produk ini masih cukup beragam. Fenomena ini menyoroti dua hal: pertama, konsumen membutuhkan produk berkualitas dan edukasi untuk meningkatkan kepercayaan terhadap produk alternatif.
Kedua, kebijakan pengurangan dampak buruk tembakau yang tepat sasaran juga diperlukan untuk mengurangi kesalahpahaman tentang vaping.
Jika kedua hal ini terpenuhi, produk alternatif tembakau bisa berkontribusi untuk mengurangi beban kesehatan masyarakat terkait tembakau.
Ini adalah ajakan untuk bertindak (call-to-action) yang menuntut kolaborasi pemangku kepentingan terkait agar bergandengan tangan dalam memberikan bukti ilmiah kredibel, demi pengaturan produk yang tepat dan berbasis ilmiah.
"Barulah kita akan benar-benar paham bagaimana produk-produk ini dapat mencegah penyakit terkait rokok dan kematian dini di Indonesia. Sederhananya, perokok berhak atas kesempatan beralih ke produk yang berpotensi lebih rendah risiko demi mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik," tutup Delon.