Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Survei Terkutuk

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Jumat, 01 Juli 2022 – 22:36 WIB
Survei Terkutuk - JPNN.COM
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

Selain itu, survei juga menunjukkan adanya bias dari partisipasi. Hal ini terbukti pada survei capres 1936. Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa Alf Landon akan memenangkan pemilu presiden Amerika Serikat. Namun, ternyata petahana Roosevelt yang terpilih kembali.

Peneliti George Gallup menemukan bahwa partisipan yang menyukai Landon lebih antusias mengembalikan kartu pos mereka. Sehingga Landon menang dalam jajak pendapat prediksi preferensi presiden kala itu. 

Setelah menemukan adanya kejanggalan dalam survei majalah Literary Digest, Gallup kemudian membuat metode surveinya sendiri. Metode yang dibuat Gallup ini menggantikan cara survei majalah Literary Digest yang dinilai naif, boros, dan persebaran respondennya tidak merata itu.

Di Indonesia, survei capres tidak pernah diadakan selama periode pemerintahan Soekarno maupun Soeharto. 

Lembaga survei untuk menghimpun jajak pendapat terkait politik lazimnya lahir di negara demokratis dan rakyat memiliki kebebasan sipil dan politik yang substansial. Inilah yang menjadi alasan mengapa di era sebelum reformasi, survei jajak pendapat tidak pernah diadakan.

Peneliti Australia Marcus Mietzner yang menulis artikel jurnal “Political Opinion Polling in Post-authoritarian Indonesia: Catalyst or Obstacle to Democratic Consolidation?” mengatakan bahwa jajak pendapat di dalam pemerintahan otoriter dianggap mencerminkan atau bahkan dapat memperburuk ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah. 

Di negara-negara otoriter atau pseudo-demokratis, penerbitan hasil-hasil jajak pendapat lazim dicekal atau dihambat.

Alasan lain, survei jajak pendapat terkait capres membutuhkan metodologi yang dirancang secara saksama, peneliti yang berpengalaman, serta responden dalam jumlah besar. 

Politisi tidak bisa hidup tanpa survei. Politisi harus terus-menerus setiap hari memelototi angka-angka statistik yang dikeluarkan oleh lembaga survei.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News