Tak Ada Kerugian Negara di Analisis PPATK Soal Kasus AW 101
jpnn.com, JAKARTA - Nilai kerugian negara kasus dugaan korupsi pembelian helikopter AW 101 sampai sekarang belum jelas. Bahkan dokumen refleksi akhir tahun 2017 PPATK tidak mencantumkan kerugian negara kasus yang sudah menjerat sejumlah tersangka itu.
Dalam dokumen itu ada tiga kasus yang ditampilkan ringkasan laporannya oleh PPATK. Selain pembelian AW 101, ada kasus First Travel dan dugaan korupsi e-KTP.
Untuk kasus First Travel PPATK menerima 351 Laporan Transaksi Keuangan Transfer Dana dari dan Keluar Negeri (LTKL) dan 39 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM). Dari laporan tersebut, PPATK membuat dua analisis dan tercatat total kerugian korban First Travel lebih dari Rp 924 miliar.
Untuk kasus e-KTP, PPATK menerima 151 LTKL dan 93 LTKM. Kemudian, PPATK membuat 11 analisis dari laporan tersebut sehingga tercatat kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun.
Sedangkan untuk kasus dugaan korupsi pembelian heli AW 101, PPATK membuat empat analisis dari 51 LTKL dan 30 LTKM. Namun, nilai kerugian negaranya tidak dicantumkan.
Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae mengatakan bahwa pihaknya tidak menyatakan bahwa kerugian keuangan negara dalam kasus Heli AW 101 tidak ada. Karena, PPAT memang tidak berwenang melakukan penghitungan kerugian negara.
"Satu-satunya lembaga yang diberikan kewenangan untuk menetapkan kerugian negara itu kan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," katanya kepada wartawan, Minggu (24/12).
Menurut Rae, kemungkinan yang dimaksud dalam hasil analisis kasus Heli AW 101 tersebut belum ada penetapan final jumlah kerugian negara. Sehingga tidak dicantumkan.