Tak Ada Tempat Bagi yang Pernah Zina
Sabtu, 24 April 2010 – 13:37 WIB
:TERKAIT Ketiga, syarat tidak catat moral sudah pernah diatur di pasal 58 huruf (L) UU 32, tapi sudah dihapus. Tidak konsisten jika akan dimasukkan lagi. Keempat, syarat tidak catat moral ukurannya tidak jelas. "Ambillah contoh masalah zina. Bagaimana warga negara bisa diukur dan dipilah antara yang pernah berzina dan yang tak pernah. Mereka yang tidak terpublikasi pernah berzia belum tentu benar-benar tidak berzina. Sementara, yang diisukan pernah berzina perlu pembuktian fakta yang ketat," beber Denny, yang setiap menjelang pilkada panen orderan sebagai konsultan para kandidat itu.
Menanggapi hal itu, Gamawan dengan enteng mengeluarkan tangkisan-tangkisan. Katanya, kondisi masyarakat kita tak bisa dibandingkan dengan AS. Lamanya masa mengenyam pendidikan masyarakat kita rata-rata 7 tahun di sekolah. Di AS, sudah 18 tahun. Warga yang baca koran, di Indonesia kurang 5 persen, di AS bisa 100 persen karena satu orang membaca dua sampai tiga koran setiap hari. Maksudnya, di AS, warganya bisa mengetahui track record para kandidat lewat pemberitaan media massa. Sedang di Indonesia, mayoritas pemilih tak akan tahu adanya cacat moral kandidat karena sedikit mengikuti pemberitaan.
"Nah, dalam kondisi yang seperti ini, pemerintah perlu mengambil peran sedikit saja di situ. Dalam hal ini menteri dalam negeri ingin mengangkat moral sebagai salah satu pertimbangan," dalih Gamawan. Mengenai ukuran cacat moral ini, lanjutnya, bisa dengan meminta catatan di kepolisian. Bisa saja tetap diberi Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB), tapi dengan diberi catatan.