Tak Hanya Usia, Ketiadaan Batasan Warga Negara Mengikuti Pilpres Digugat ke MK
Dia menilai hal ini pernah terjadi dalam praktik, etika politik, dan sifat kenegarawanan pada pencalonan Presiden dan Wakil Presiden tersebut pernah ditunjukkan oleh Hillarry Clinton pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat.
Di mana awalnya Clinton kalah melawan Barack Obama dalam konvensi Partai Demokrat 2007. Lalu pada Pemilihan Presiden 2016, Clinton kembali kalah melawan Donald Trump.
Menghadapi dua kali kekalahan tersebut, Hillary Clinton tidak mencalonkan dirinya pada Pilpres berikutnya dan memberikan tersebut kepada Joe Biden. Contoh praktik etika politik sifat kenegarawanan demikian juga pernah terjadi di Indonesia.
Hal itu ditunjukkan Megawati Soekarnoputri setelah mengikuti dua kali Pilpres pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009. Megawati laly memutuskan untuk tidak lagi mencalonkan dirinya pada Pemilu berikutnya. "Suatu keputusan dan sifat kenegarawanan yang patut dipuji dan dibanggakan," kata dia.
Namun karena etika politik dan sifat kenegarawanan dalam pencalonan presiden dan wakil presiden saat ini belum diatur secara tegas ke dalam sebuah norma, maka calon dapat secara bebas menggunakan haknya berkali-kali di Pilpres.
Dia menuntut Pasal 169 huruf n UU Pemilu harus membatasi pencalonan presiden dan wakil presiden paling banyak dua kali. Apabila tidak, Donny menyatakan kliennya sebagai pemohon mengalami kerugian konstitusional.
"Di mana pemohon akan sulit menggunakan haknya untuk mencalonkan diri sebagai calon Presiden karena warga negara lainnya masih bisa menggunakan haknya untuk mencalonkan diri," kata dia.
Saat disinggung apakah gugatan itu menyasar kepada salah satu paslon seperti Prabowo Subianto yang sudah maju dua kali Pilpres, Donny menyatakan pihaknya hanya ingin mendapatkan kepastian hukum.