Tanpa Beban Perempuan ini ke Klinik Aborsi Setelah Sepakat dengan Pacar yang Menghamilinya
jpnn.com, JAKARTA - Pelaku RS yang mengaborsi janinnya di klinik aborsi ilegal di Jakpus, ternyata sudah bersepakat sebelumnya dengan kekasihnya sebelum beraksi.
Hal ini diungkapkan Wakil Direktur Kriminal Umum (Wadirkrimum) Polda Metro Jaya AKBP Jean Calvijn Simanjuntak usai penyidik menggelar rekonstruksi di tempat kejadian perkara (TKP) hari ini.
Setelah bersepakat dengan pacarnya, RS mendaftarkan diri melalui website klinikaborsi com, milik klinik itu.
"Bagaimana pasien ini menjelaskan kepada pacarnya, kemudian pertemuan-pertemuan yang dilakukan di tiga lokasi pertama sehingga si pasien RS yang menjadi tersangka itu kemudian melihat website dan mendaftarkan diri," ungkap Calvijn kepada wartawan pada Jumat (25/9) sore.
Usai mendaftarkan diri jelas Calvijn, RS kemudian berjanji dengan pekerja klinik yang bertugas menjemput pasien hingga berhasil menggugurkan kandunganya.
Adapun dalam rekonstruksi tersebut kesepuluh pelaku memperagakan 63 adegan.
Kehadiran mereka untuk memperagakan adegan terkait praktik aborsi yang dilakukan di klinik tersebut pada Rabu (9/9) lalu.
Sebelumnya diberitakan, Subdit 4 Jatarnas Polda Metro Jaya telah menangkap 10 pelaku praktik aborsi ilegal di jalan Percetakan Negara 3, Jakarta Pusat pada Rabu (9/9) lalu.
Kesepuluh orang tersebut memiliki peran masing-masing. BK (30) berpesan sebagi dokter yang bertugas melakukan aborsi, LA sebagai pemilik klinik. Kemudian NA berperan sebagai registrasi pasien atau kasir, MM berperan melakukan USG.
Lalu, YA membantu dokter saat melakukan aborsi. Selain itu, RA sebagai penjaga klinik, ML berperan menbantu di ruang aborsi, ED berperan sebagai cleaning service, SM berperan melayani pasien. Terakhir, RS seorang pasien yang baru selesai diaborsi saat penggeledahan polisi.
Penangkapan itu dilakukan berawal dari laporan masyarakat yang diterima polisi dan melakukan aborsi cukup lama.
Klinik ilegal tersebut sudah beroperasi sejak 2017 lalu. Bahkan, 2002-2004 pernah beroperasi kemudian ditutup.
Atas perbuatan itu, para tersangka dikenakan Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 194 Jo.
Pasal 75 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dengan ancaman maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. (mcr3/jpnn)