Tantangan dan Peluang Diplomasi Prabowo-Gibran di Kawasan Pasifik
Oleh: Laurens Ikinia - Dosen asal Tanah Papua - Wakil Direktur Institute of Pacific Studies Universitas Kristen Indonesia JakartaNegara-negara Melanesia cenderung menerima Indonesia ketika Indonesia datang dengan kekuatan finansial yang besar. Mereka lebih menerima Indonesia dari aspek ekonomi dan pembangunan.
Tentu segala upaya Indonesia yang sudah dilakukan belum meyakinkan para politisi dan mitra lainnya di Washington, Camberra, Wellington, Suva, Port Moresby, Port Villa, Honiara dan ibu kota negara Pasifik lainnya.
Indonesia harus memainkan perannya seperti yang sudah Australia, New Zealand (Selandia Baru) dan United States of America wujudkan di Pasifik.
Pada tahun 2011 Indonesia menerima hembusan angin segar dari gelombang lautan Pasifik dengan disambut sebagai Negara Pengamat (Observer Member) pada forum sub-kawasan di Pasifik, Melanesian Spearhead Group (MSG).
Pada tahun 2015 dengan segala upaya Indonesia kemudian menjadi Negara Anggota Asosiasi (Associate Member) pada forum tersebut.
Penerimaan ini telah menunjukkan negara-negara MSG yang terdiri dari Republic of Fiji, Papua New Guinea, Solomon Islands, Republic of Vanuatu and Front de Liberational De Nationale Kanak et Solcialiste (FLNKS) melihat Indonesia dengan lensa “Melanesian Way”.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo pada periode pertama mengeklaim Indonesia akan menjadi anggota penuh (Full Membership).
Namun, ternyata hal itu tidak semudah yang diungkapkan oleh beberapa menteri sebagaimana terpublikasi pada berbagai media masa. Sudah tentu Presiden dan Wakil Presiden terpilih akan meneruskan perjuangan itu.