Tarif Baru Rokok Kelembak Kemenyan Ditetapkan, Industri Rumahan Untung?
jpnn.com, JAKARTA - Mengenai sigaret kelembak kemenyan (KLM), mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia akan menyangkutpautkannya dengan tradisi merokok orang sepuh di daerah perdesaan atau ritual adat keagamaan yang menggunakan rokok jenis ini untuk sesajen.
Faktanya, sigaret dengan aroma khas kemenyan yang kuat ini sangat akrab di kalangan petani dan buruh di wilayah Purworejo, Magelang, dan sekitar pesisir selatan Jawa Tengah. Lantas, bagaimana pemerintah mengatur kebijakan tarif cukainya?
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai Pasal 4 uruf c, sigaret ini dicampur dengan kelembak dan kemenyan asli atau tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.
Jadi, dalam pembuatannya, sigaret ini terdiri atas daun tembakau, akar kelembak, dan kemenyan yang dilinting atau digulung dengan kertas lintingan tembakau (papir).
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan selama ini KLM termasuk industri kecil karena jumlah produksinya hanya 37,2 juta batang pada 2021.
Jumlah tersebut sebagian besar diproduksi perusahaan KLM yang tersebar di wilayah pengawasan Bea Cukai Magelang dan Cilacap.
Namun, saat ini, terjadi dinamika pada industri sigaret KLM yang disebabkan kenaikan volume produksi. Hingga April 2022, jumlah produksi sigaret KLM mencapai 406 juta batang.
"Jadi, perlu ada regulasi dalam bentuk instrumen cukai untuk mengendalikan volume produksi dan konsumsi KLM. Kementerian Keuangan mengambil langkah dengan menetapkan kembali tarif cukai Sigaret KLM melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 109/PMK. 010/2022 tentang Perubahan atas PMK Nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau," ungkap Nirwala.