Tekanan Rupiah Turun, CBS Memastikan Kondisi Keuangan Aman
Selanjutnya, kondisi positif ini juga tidak terlepas dari upaya Presiden AS Donald Trump yang mengkritik keras Gubernur The Fed. Trump menginginkan agar bank sentral tidak serampangan dalam mengerek tingkat suku bunga. Kalau perlu, tingkat suku bunga AS (Fed Fund rate/FFR), diturunkan saja.
Menurut Deni, Trump mulai berpikir untuk mengganti Gubernur Fed, karena kenaikan FFR tidak hanya merugikan perekonomian AS, namun juga memukul sejumlah negara berkembang.
“Faktor penting yang ikut menentukan stabilnya nilai tukar rupiah adalah berhasilnya komunikasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan pemerintah Indonesia pada pertemuan IMF di Bali yang baru lalu untuk meyakinkan pasar,” papar Deni.
Deni juga menyebut, Bos IMF Christine Lagarde menyatakan secara terbuka bahwa fundamental ekonomi Indonesia dan sektor keuangannya sudah berada pada kebijakan yang tepat. Komunikasi ini efektif menjangkar persepsi investor global secara efektif.
“Pasar juga merespon secara positif penjelasan pemerintah bahwa pemerintah Jokowi lebih baik dalam memanfaatkan APBN ketimbang pemerintahan sebelumnya,” imbuhnya.
Terkait utang luar negeri, Deni menyebut tambahan di era Jokowi memang lebih tinggi, Namun, angka itu sejalan dengan meningkatnya belanja produktif pemerintah. Dalam belanja infrastruktur, periode SBY hanya Rp456 triliun. Beda di era Jokowi yang berlipat menjadi Rp 904,6 triliun.
Tak berhenti di situ, lanjutnya, belanja pendidikan era SBY sebesar Rp 983 triliun. Sementara era Jokowi mencapai Rp 1.167 triliun.
Sedangkan belanja kesehatan era Jokowi mencapai Rp249,8 triliun, sementara SBY hanya Rp 146 triliun. “Belanja perlindungan sosial era SBY hanya Rp 35 triliun, era Jokowi mencapai Rp 299,6 triliun,” ujarnya.(fri/jpnn)