Temukan Arsiran Lambang PKI di Uang Rp 2.500
"Saya memang minta izin untuk pulang duluan, tapi tidak untuk nonton pameran uang. Pokoknya, pakai segala cara agar bisa lihat pameran di BI," kenangnya.
Tidak hanya mengamati, Alim juga mulai tertarik mengoleksi uang-uang kuno. Karena itu, setelah bekerja dan mandiri, tidak jarang dia turun ke daerah untuk berburu uang kuno. Pada era 1970-an, dia mulai aktif terlibat dalam perkumpulan kolektor mata uang, baik di Indonesia maupun luar negeri. Di situlah Alim mendapat banyak referensi terkait dengan ilmu mata uang yang digeluti.
Dari perkumpulan luar negeri, Alim jadi tahu, untuk mendalami mata uang, seseorang perlu mencari buku referensi sebelum mencari mata uangnya. "Jangan terbalik. Sebab, bisa menyulitkan saat akan mempelajari mata uang," ujar pria 55 tahun itu.
Sembari belajar, Alim aktif mengumpulkan berbagai macam uang kuno. Tapi, fokus dia tentang uang daerah. Sebab, sejak penjajahan Belanda, beragam jenis mata uang beredar di Indonesia. Bahkan, sejumlah daerah memiliki mata uang sendiri. Mata uang daerah itulah yang dikumpulkan dan diteliti Alim.
Menurut dia, perkembangan mata uang berkaitan sangat erat dengan sejarah bangsa. Dia mencontohkan, pada masa penjajahan Belanda, pernah ada alat pembayaran jenis logam yang dinamakan uang kebun. Disebut uang kebun karena uang itu hanya beredar dan berlaku di kawasan perkebunan. Bentuknya tidak bulat, tapi segi tiga. Ada pula uang berbentuk bulat yang ditambahkan kerucut di kedua sisinya.
"Para tuan kebun yang licik membayar pekerja dengan menggunakan uang kebun agar pekerjanya tidak melarikan diri," terang Alim.
Untuk membelanjakan upahnya, para pemilik kebun biasanya menyediakan warung yang menjual kebutuhan para pekerja selama berada di perkebunan. "Tentu saja uang itu tidak bisa digunakan di tempat lain."
Dari penelusurannya terhadap sejumlah mata uang lokal, Alim mendapat kesimpulan bahwa Bank Indonesia sering kecolongan saat membuat uang baru karena kurang teliti. Padahal, itu sangat berbahaya. Dia mencontohkan uang kertas nominal Rp 2.500 keluaran 1957.