Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Tepuk Tangan buat Dua Perempuan Hebat Ini, Luar Biasa!

Selasa, 05 Juni 2018 – 00:45 WIB
Tepuk Tangan buat Dua Perempuan Hebat Ini, Luar Biasa! - JPNN.COM
Fransisca Dimitri (kanan) dan Mathilda Dwi Lestari berpose ketika ditemui seusai berhasil mendaki seven summits di rumah makan kawasan Cengkareng, Jumat 1/6/18. Foto: Chandra Satwika/Jawa Pos

Setiba di Lhasa, keduanya memulai perjalanan menuju Everest Base Camp (EBC) dengan menggunakan mobil, lama perjalanan mencapai lima hari. ’’Kami tiba di EBC pada 18 April. Syukur cuaca cerah,’’ kata Dee Dee.

Setiba di EBC, mereka berdua menjalani pematangan materi selama enam hari. Baru kemudian pada 26 April dimulai proses aklimatisasi. Proses aklimatisasi adalah suatu upaya untuk penyesuaian fisiologis atau adaptasi tubuh menghadapi kondisi alam baru. Proses aklimatisasi tertinggi pernah mencapai titik 7.400 mdpl. Proses aklimatisasi itu berjalan selama satu pekan hingga 3 Mei.

Setelah menjalani rangkaian proses aklimatisasi, Dee Dee dan Mathilda menjalani pemulihan dengan turun ke ketinggian yang jauh lebih rendah. Yakni, ke Desa Zhaxizongxiang yang berada di diketinggian 4.150 mdpl. Setelah itu, mereka menuju ke EBC kembali untuk selanjutnya mendaki menuju puncak Everest.

Dee Dee menuturkan, di kalangan pencinta alam, ada ungkapan bahwa mendaki ke puncak Everest sama dengan makan kue black forest. ’’Tidak bisa langsung. Dinikmati satu potong, satu potong, satu potong,’’ katanya.

Dara kelahiran Jakarta, 4 Oktober 1993, itu mengatakan bahwa di setiap sesi mendaki ke puncak Everest, perlu ada istirahat. Supaya tidak stres, karena perjalanan menuju puncak sangat jauh.

Setelah berangkat dari EBC, lanjut Mathilda, mereka naik ke Advance Base Camp (ABC). Lokasinya berada di titik ketinggian 6.400 mdpl. Di ABC itu mereka sempat merasakan sebuah anomali. Umumnya pendaki memanfaatkan waktu istirahat dengan tidur. Supaya tubuh terasa segar dan siap melanjutkan pendakian.

’’Tetapi ini beda. Bangun tidur malah pusing. Seperti habis digebukin. Pokoknya, habis tidur malah babak belur,’’ ujar gadis kelahiran Jakarta, 26 September 1993, itu. Kondisi tersebut terjadi karena mereka tidur di titik yang memiliki kandungan oksigen rendah. Setelah mencapai ABC, Dee Dee dan Mathilda melanjutkan pendakian menuju puncak Everest.

Sebelum mencapai puncak, mereka lebih dahulu melewati camp 1 atau yang biasa dikenal dengan sebutan North Col di ketinggian 7.000 mdpl. Kemudian, melanjutkan ke camp 2 (7.800 mdpl) dan menuju camp 3 (8.224 mdpl).

Dee Dee dan Mathilda membagi kisahnya menaklukkan tujuh puncak tertinggu di dunia, menancapkan Merah Putih di sana.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

BERITA LAINNYA
X Close