Terapis Anak Berkebutuhan Khusus itu Shock saat Sadari Anak Pertama Autis
”Itu saking stresnya saya. Saya saja mengalami situasi seperti itu, apalagi orang awam yang nggak tahu apa-apa (soal terapi autisme). Akibatnya ya seperti kasus pemasungan anak autis yang saya temui di Dumai,” ucap dia.
Hasil ketekunan Gunadi dan keluarga akhirnya terlihat. Menginjak usia 3,5 tahun, Verrel bisa mengucapkan kata-kata. Karena obsesif dengan handphone, kata pertama yang keluar dari mulut Verrel adalah ”halo”.
”Wuaduh, sueneng-nya minta ampun ketika Verrel bisa mengucapkan kata-kata itu,” tuturnya.
Sulung di antara tiga bersaudara itu menjalani terapi di klinik Yamet hingga umur lima tahun. Hasilnya, Verrel kini tumbuh seperti anak-anak pada umumnya. Dia saat ini duduk di kelas V SD. Hanya ketika sedang cemas atau grogi, Verrel terkadang masih kumat. Tangannya bergerak-gerak sendiri.
”Tapi, orang awam tetap akan sulit mengetahuinya,” jelas Gunadi sambil menunjukkan dengan bangga video Verrel bermain organ bersama grup musik sekolahnya dalam sebuah pentas beberapa minggu lalu.
Berkaca pada kondisi Verrel hari ini, penulis buku Mereka pun Bisa Sukses itu mengajak para orang tua anak autis untuk tetap bersemangat dalam menangani buah hati. ”Red flag harus tetap dikibarkan karena anak-anak (autis) juga anak bangsa yang merupakan bagian masa depan bangsa ini,” tegas dia.
Dua adik Verrel; Cattleya Verrenesa (Verren), 10, dan Carissa Verrinasya (Verrin), 4; tumbuh normal. ”Keberadaan Verrel membuat adik-adiknya makin nice perkembangannya. Saya terapkan pola asuh, asih, dan asah terhadap mereka seperti halnya yang saya lakukan kepada Verrel. Dia yang berjasa,” pungkas Gunadi. (*/c11/ari)