Terbang setelah Delapan Tahun Gantung Ijazah di Kamar
Selasa, 21 Oktober 2008 – 11:55 WIB
“Saat itu saya sudah hampir putus asa. Mungkin menjadi pilot bukan jalan saya,” kenangnya.
Setelah dua tahun menganggur, dia kemudian kuliah lagi di Universitas Trisakti. Kali ini wanita kelahiran Jakarta, 17 November 1975, itu masuk Jurusan Akuntansi. Setahun setelah merai gelar sarjana akuntasi (2002), dia bergabung menjadi tenaga keuangan di Indomobil. Setelah itu, dia juga sempat bekerja sebagai staf marketing perusahaan penyewaan pesawat carteran.
Booming maskapai penerbangan swasta di tanah air membuat impian untuk menjadi pilot terbuka lagi. Sebab, dengan banyaknya maskapai baru yang tumbuh, kebutuhan akan pilot juga ikut naik pesat. Pada 2004, Star Air menerima lamarannya menjadi co-pilot. Monik sangat bersyukur karena hampir delapan tahun SIM pesawat komersial yang dimilikinya hanya menjadi pajangan di kamar.
Kini, empat tahun setelah menjadi pilot dengan pengalaman 2.800 jam terbang, Monik tampil modis laiknya mahasiswi ibu kota yang suka ke mal. Rambut dicat dengan warna merah kecoklatan bak rambut tongkol jagung serta kacamata warna senada.
Hanya 10 bulan berada di Star Air atau pada Juli 2005, maskapai nasional itu kesulitan pendanaan sehingga harus berhenti beroperasi. Wanita yang masih melajang itu bergabung dengan AirAsia.
Selain pesawat Boeing 737-300 dan MD-82 yang ”dipiloti” pada awal karir, sejak September 2008 Monik terbiasa menongkrongi pesawat Airbus 320 yang dipoduksi konsorsium Eropa itu.