Terbiasa dengan Kekerasan, Assad Tetap Percaya Diri
Minggu, 05 Februari 2012 – 06:00 WIB
Sepeninggal Basil yang digadang-gadang untuk menjadi penerus sang ayah sebagai presiden, Assad terpaksa pulang ke Syria. Dalam enam tahun, Hafez mempersiapkan suami Asma al-Akhras itu menjadi presiden. Di bawah tekanan berbagai pihak, Assad yang dokter ahli mata itu belajar politik sembari terjun langsung. Pada 2000, setelah Hafez wafat, Assad naik takhta dan menjabat sebagai presiden.
Di awal kepemimpinannya, Assad menjanjikan Syria baru yang jauh lebih transparan dan demokratis. Sebagai mahasiswa yang menuntut ilmu di Inggris, Assad pun lebih moderat dari sang ayah yang dikenal kaku. Setidaknya, dia kenal gaya kepemimpinan Barat yang tak sekolot ayahnya. "Saya akan upayakan yang terbaik sebagai pemimpin demi kebaikan bangsa ini dan harapan semua orang," janjinya kala itu.
Di tahun-tahun pertama, Assad memang memerintah dengan hati. Dia pun membangun zona perdagangan bebas untuk memaksimalkan potensi ekonomi Syria. Di bidang pendidikan, dia memberikan peluang kepada swasta untuk membangun sekolah dari yang terendah hingga universitas. Dia juga mengizinkan media non-pemerintah. Rakyat Syria pun merasakan perubahan yang sangat signifikan.