Terbuka, Peluang DPR Jadi Broker
Mekanisme pembahasan program itu dijadikan peluang anggota dewan untuk menjadi broker pengadaan barang/jasa oleh pemerintah, khususnya departemen yang menjadi mitra kerjanya. "Anggota DPR bisa menentukan item-item barang yang ada di daftar pengadaan barang yang disesuaikan dengan spesifikasi yang ada di perusahaan tertentu, sehingga ketika ada tender, otomatis perusahaan itu yang menang," ujar anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari dalam diskusi di ruang wartawan DPR, kemarin. Selain Eva, hadir di diskusi itu Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Moh Yasin, Ketua Fraksi PKS DPR Mahfud Sidiq, dan pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy.
Mahfud Sidiq mengakui, kewenangan DPR ikut membahas rancangan program pemerintah hingga satuan tiga memang dimanfaatkan sejumlah anggota dewan untuk menjadi broker. "Untuk membahas satuan tiga itu diikuti negosiasi, selanjutnya dibicarakan konsesi. Fee itu hal biasa, tapi politisi tidak boleh menjadi broker pemerintah karena ini melanggar kode etik," ujar Mahfud.
Dia mengatakan, tertangkapnya anggota DPR asal Riau Bulyan Royan dalam kasus pengadaan kapal patroli di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Dephub, hanyalah puncak dari gunung es. "Di balik itu masih ada bongkahan yang cukup besar, yang untuk mencairkannya butuh energi besar," ucap Mahfud.
Baik Eva maupun Mahfud mengakui, masalah di tingkat hulu yakni model rekrutmen anggota dewan lewat parpol juga memberi sumbangan besar munculnya perilaku dewan yang koruptif. Mahfud menyebut, anggota dewan bisa menghabiskan hingga Rp2 miliar untuk dana kampanye agar bisa terpilih menjadi anggota dewan. Belum lagi kebutuhan untuk merawat konstituennya. Pengeluaran yang besar itu harus ditutup dengan cara korupsi dalam berbagai modus.