Terjerat Kasus Suap, Mas Gatot Belum Usulkan 14 Nama Calon Penjabat Kada di Sumut
jpnn.com - JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hingga saat ini belum juga menerima usulan dari Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjonugroho tentang nama-nama calon pelaksana tugas atau penjabat (Pj) kepala daerah di 14 kabupaten/kota di provinsi yang beribu kota di Medan itu. Padahal, ke-14 daerah itu akan menggelar pilkada.
Satu di antara 14 kepala daerah yang sudah habis masa jabatannya adalah Wali Kota Medan Dzlumi Eldin pada 26 Juli lalu. Namun, Gatot yang kini menyandang tersangka suap belum juga mengusulkan nama calon penjabat Wali Kota Medan pengganti Dzlumi.
“Sampai saat ini belum ada usulan. Sebenarnya prinsip dasarnya masalah orang yang mau teken. Kemendagri masih menunggu utulsan gubernur untuk penempatan Pj dari pejabat provinsi Sumut. Sampai sekarang belum kami terima,” ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sumarsono, Rabu (29/7) malam.
Menurut Sumarsono, Kemendagri masih memberikan waktu ke Gatot untuk segera menyampaikan usulan. Namun, jika dalam beberapa waktu ke depan Gatot tak juga mengusulkannya maka Kemendagri akan memberi peringatan tertulis.
Soni -sapaan Sumarsono- menegaskan, mestinya status Gatot sebagai tersangka yang bolak-balik diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mengganggu kinerja pemerintahan di Sumut. “Kasarnya tidak harus gubernur kalau misalnya gubernur (sibuk,red) diperiksa KPK. Karena proses penyelenggaraan pemerintahan tidak bisa berhenti hanya karena kepala daerahnya bermasalah hukum,” ujar Sumarsono.
Menurutnya, status Gatot sebagai tersangka juga masih memungkinkan dan berwenang menyampaikan usulan tentang nama-nama calon penjabat kepala daerah ke Kemendagri. Sebab, kepala daerah yang tersangkut kasus hukum baru dinonaktifkan setelah menjadi terdakwa.
“Kalau masih tersangka, secara etika sepertinya mundur sebentar, sambil menunggu status hukum di KPK. Kemendagri berkoordinasi tidak mengganggu proses di KPK, tapi kami minta diinformasikan statusnya apabila ada proses penahanan, agar bisa ambil action lebih lanjut,” ujar Sumarsono.
Ia menambahkan, hubungan antara gubernur dengan wakil gubernur juga cenderung hanya dibatasi etika. Artinya ketika gubernur tersangkut hukum, maka wakil gubernur sangat dimungkinkan untuk menunggu beberapa saat terlebih dahulu, baru kemudian mengambil kebijakan.