Terorisme Bule Hantui Amerika, Trump Pemicunya
Teror kaum supremasi kulit putih bukan lagi masalah remeh. Menurut Center for the Study of Hate and Extremism (CSHE) di California State University San Bernardino, 17 dari 22 pembunuhan ekstremis di AS dilakukan para nasionalis kulit putih.
Sedangkan Anti-Defamation League (ADL) melaporkan hanya satu dari 50 pembunuhan berkaitan motif ekstremis yang tak terkait supremasi kulit putih. Satu-satunya pengecualian adalah pembunuhan dari ekstremis Islam yang dulunya masuk lingkaran supremasi kulit putih.
''Melawan segala bentuk terorisme adalah prioritas nasional. Termasuk ancaman terorisme kulit putih yang nyata,'' ujar George P. Bush, pejabat Texas yang masih keponakan mantan Presiden George W. Bush, kepada Agence France-Presse.
Menurut lembaga analisis politik New America, ancaman dari kubu ultra kanan dalam tiga tahun terakhir jauh lebih berbahaya dari para jihadis Islam.
Trump terus menyangkal ancaman tersebut. Tentu, dia sudah menyampaikan belasungkawa dan meminta seluruh AS mengibarkan bendera setengah tiang. Namun, dia tetap menghindari istilah terorisme bule. Padahal, Ivanka, putri kandungnya sekaligus penasihat Gedung Putih, sudah mengecam penganut paham supremasi kulit putih.
Trump menuding pelaku penembakan sebagai orang yang sakit mental. Dia juga menuduh media massa punya andil. Menurut dia, media massa selalu memuat berita yang menyesatkan sehingga masyarakat menjadi marah.
''Pemberitaan media seharusnya bisa lebih adil dan tidak berpihak. Atau, masalah ini akan terus memburuk,'' ungkapnya melalui akun Twitter.
Pernyataan Trump langsung disanggah banyak pihak. Menurut mantan Direktur FBI James Comey, Trump punya peran besar dalam membangkitkan terorisme kulit putih di AS. Sebab, Trump membuat orang dengan pandangan ekstrem kanan bebas berekspresi. (bil/c17/dos)