Terpidana Kasus Sunat Perempuan Dibebaskan Pengadilan Banding
Ketiga terpidana dalam kasus sunat alat kelamin perempuan pertama di Australia yang diklaim sebagai sebuah terobosan dalam isu ini divonis bebas oleh pengadilan banding New South Wales (NSW).
Pada bulan November 2015, seorang hakim memvonis bersalah seorang ibu, yang tidak dapat disebutkan namanya karena alasan hukum dan juga mantan perawat bernama Kubra Magennis, karena memotong alat kelamin dua perempuan bersaudara yang berusia sekitar enam dan tujuh tahun dalam upacara di rumah di Wollongong dan barat laut Sydney.
Selain itu, Shabbir Vaziri, pemimpin ulama dan pemimpin spiritual di komunitas Dawoodi Bohra, juga telah dinyatakan bersalah karena menjadi tokoh yang mengarahkan anggotanya untuk berbohong tentang praktik 'khatna atai khitan', prosedur yang melibatkan menggurat atau memotong klitoris seorang anak perempuan di hadapan sesepuh perempuan.
Ibu dan mantan perawat Kubra Magennis dijatuhi hukuman 11 bulan tahanan rumah, sementara Shabbir Vaziri menerima hukuman maksimal yakni penjara penuh waktu selama 15 bulan dan kemudian diberikan jaminan sambil menunggu banding.
Namun Pengadilan Banding Kasus Pidana di New South Wales telah membatalkan hukuman bagi ketiga warga itu setelah meninjau bukti baru, yaitu bahwa ujung klitoris masih terlihat pada setiap gadis yang dilaporkan menjadi korban praktek sunat.
"Meskipun telah memperhatikan seluruh bukti, dan kesimpulan [dari persidangan sebelumnya], hakim tidak akan mengambil keputusan yang sama mengingat adanya bukti baru yang tersedia di persidangan," demikian bunyi penilaian tersebut.
"Karena itu, potensi penghukuman yang salah telah ditetapkan."
Keputusan pengadilan banding ini dijatuhkan meskipun ada bukti dari spesialis Unit Perlindungan Anak Rumah Sakit Anak Westmead, Dr Susan Marks, bahwa mungkin tidak ditemukannya bukti jangka panjang bahwa pemotongan atau pengguratan dalam bentuk bekas luka yang terlihat itu bisa jadi karena suplai darah yang sangat baik ke daerah di bagian tubuh tersebut.