Tersangka Cyber Crime dari Taiwan dan Tiongkok Cari Korban dari Indonesia
Hal senada disampaikan Wadir Ditreskrimum Polda Kepri AKBP Totok Wibowo. Ia mengatakan pekerjaan yang dilakukan para tersangka sangat teroganisir, sehingga bisa meyakinkan para korbannya. Para korban nantinya akan melakukan pembayaran di kantor pusat di Taiwan dan Tiongkok.
"Setelah dihubungi, pembayaran maupun pemerasan dilakukan di sana. Jadi tugas mereka hanya mencari dan meyakinkan korban," terangnya.
Menurut Totok, banyak para korban merupakan kasus penipuan kartu kredit, jual beli rumah maupun barang-barang pesanan online. Bahkan, untuk mengelola bisnis ini, para tersangka harus membayar biaya server sebesar Rp 40 juta per bulannya.
"Sangat teliti kerja mereka. Pastinya pendapatan besar karena biaya mereka juga besar. Untuk total pendapatan mereka baru kita dalami," katanya.
Sementara itu Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Kabid Wasdakin) Kantor Imigrasi Kelas I Batam, Rafli mengatakan para tersangka tersebut menggunakan paspor dan visa kunjungan yang dikeluarkan perwakilan Indonesia di Taiwan dan Tiongkok. Bahkan, beberapa di antaranya menggunakan visa sesuai Perpres nomor 69 tahun 2015, dimana RRT diberi kemudahan masuk Indonesia hanya untuk wisata.
"Jadi mereka salahgunakan dan tidak sesuai izin tinggal. Tapi mereka masuk dari Jakarta," jelasnya lagi.
Ia menambahkan dalam hal ini masyarakat berperan besar dalam memberikan informasi mengenai kecurigaan terhadap Warga Negara Asing (WNA). Menurutnya, keberadaan WNA di Indonesia yang tidak menguntungkan bagi negara tidak diizinkan untuk menetap. Hal itu disebabkan Indonesia menganut sifat selektif.
"Kami mengharapkan informasi dari masyarakat agar bisa melaporkan kepada instansi yang wewenang."