Tetangga N
Oleh: Dahlan IskanEntah bagaimana model komunikasi warga waktu itu. Internet belum dikenal. Telepon selular belum ada. Apalagi, media sosial dan aplikasi chatt masih jauh.
Dalam tempo tidak sampai lima jam sejak koran Jawa Pos beredar, gelombang demonstrasi sudah begitu besarnya. Konon karena berbarengan dengan banyaknya acara pengajian.
Meski tetap tidak kenal Yoseb, saya turuti permintaan Satpam. Segera saya starter sepeda motor untuk menjemput JOS di rumahnya, di kawasan Banyu Urip, Surabaya Barat.
Baru sampai pagar depan kantor, perjalanan saya terhenti. Demonstran mengira sayalah JOS yang menyamar hendak melarikan diri. Untung polisi bisa meredam emosi mereka.
Menjelang tengah hari, saya dan Yoseb sampai di kantor Jawa Pos lagi. Dalam tempo tiga jam, jumlah massa sudah semakin banyak.
Kali ini sudah ada yang membentangkan spanduk: "Tutup Jawa Pos!".
Beberapa menit kemudian, Dahlan Iskan datang. Beberapa perwakilan demonstran diundang masuk ke kantor pusat. Jawa Pos diwakili Dahlan dan Yoseb.
Saya diberi tugas meliput demonstrasi itu. Yakni untuk menulis hak jawab para demonstran. Satpam diperintahkan memborong sebanyak mungkin nasi bungkus dari warung di sepanjang Jl Karah Agung untuk ribuan orang yang berdemo di depan kantor.